Analis Algo Research Alvin Baramuli menjelaskan, pasar kala itu optimistis dengan pemangkasan suku bunga acuan. Ini membuat indeks sempat rally.
"Namun, mereka mengabaikan bukti historis bahwa pemangkasan suku bunga saja tidak cukup meningkatkan prospek Indonesia secara signifikan," ujar Alvin, Jumat (15/11/2024).
Alvin sudah memprediksi risiko itu sebelumnya. Meski begitu, bukan berarti risiko tersebut terlewati. Justru, muncul risiko baru di balik kemenangan Donald Trump dalam pemilu di Amerika Serikat (AS).
"Kami juga menandai risiko perang dagang baru dari AS, jika Trump menerapkan tarif 10-20% yang diusulkannya pada semua impor termasuk dari Indonesia."
Mempertimbangkan situasi tersebut, perlu sikap berani dari pelaku pasar, tanpa mengurangi kehati-hatian untuk tetap masuk ke bursa saham.
"Karena investor dan pedagang menjadi lebih pesimis, membeli saat harga sedang turun secara bertahap dan taktis bisa jadi menarik di kisaran 7.000-7.200," jelas Alvin.
Praktisi pasar modal Bernad Mahardika Sandjojo memiliki pandangan senada.
"Ini adalah Pilpres Amerika yang paling berpengaruh terhadap market Indonesia. Karena banyak kebijakan-kebijakan dari Presiden terpilih yang berhubungan langsung dengan emerging market, terutama Indonesia," ujar Bernad dalam unggahan di laman Instagram pribadinya
"Memang secara tidak secara langsung, kebijakan-kebijakan Trump ini tidak akan menguntungkan Indonesia sebagai emerging country. Karena apa? pertama amerika akan menetapkan politik dumping, dia akan perang tarif," kata Bernad.
Perang tarif tersebut tecermin dalam rencana kebijakan Trump yang akan mengerek tarif bea masuk yang semula berkisar di 5-10% menjadi lebih dari 20%, bahkan bisa mencapai 200%.
"Ini yang harus kita cermati. artinya apa? banyak negara-negara lawan yang akan berlakukan hal yang sebaliknya. Jadi kalau US melakukan bea masuk tinggi, pasti lawan dagangnya juga akan begitu."
Bernad juga memprediksi hal tersebut akan membuat IHSG kemungkinan berada di level 7.000, berdasarkan analisis teknikalnya.
Namun, dia menggarisbawahi hal tersebut tidak akan terjadi secara tiba-tiba. Itu lantaran masih ada sejumlah sentimen positif soal potensi penurunan suku bunga The Fed, yang akan juga diikuti oleh Bank Indonesia dalam waktu dekat.
"Saat ini, kalau lihat indo bond yield 10 years itu malah turun, dari 6,8 ke 6,75. itu berarti harga bond malah naik. di sini berarti ada pengalihan portofolio dari penjualan saham ke bond. Jadi menurut saya ini bukan total outflow dari asing, dia lagi mengamankan posisi dari market equity kita ke bond market kita. Sambil wait and see arah ke depannya."
"Jadi jangan dilihat 7.000 nya dulu, saya tidak mau menakuti-nakuti. IHSG ini bisa terjadi ditarget 7000 kalau confirm, menjelang itu pasti akan uji neckline." kata dia.
(red)