Bloomberg Technoz, Jakarta – Ekspor produk aluminium ekstrusi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) diperkirakan kembali meningkat setelah Komisi Perdagangan Internasional AS (USITC) memutuskan untuk tidak mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) dan antisubsidi atau countervailing duties (CVD) bagi produk tersebut.
Keputusan yang diambil pada Rabu (30/10/2024) ini sekaligus menutup penyelidikan yang telah berlangsung dan memastikan bahwa produk aluminium Indonesia tidak dianggap merugikan industri AS.
"Keputusan ini menjadi berkah bagi industri manufaktur Indonesia. Hasil ini merupakan sinergi antarkementerian, lembaga, dan pelaku usaha yang dikoordinasikan Kementerian Perdagangan Dihentikannya penyelidikan BMAD dan CVD ini juga memastikan pasar ekspor tradisional, khususnya AS sebagai mitra strategis Indonesia, tetap terjaga," kata Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam keterangan persnya, Jumat (15/11/2024).
Pemerintah AS, dalam rilis USITC menyebut tidak mengenakan tindakan antidumping dan antisubsidi atas impor aluminium ekstrusi dari seluruh negara subjek penyelidikan. Indonesia menjadi salah satu yang dinilai tidak menyebabkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.
Hasil ini dikeluarkan setelah komisioner dari USITC bersidang dan mengambil keputusan melalui mekanisme suara terbanyak (voting).
"Hasil tersebut juga menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga akses pasar ekspor dan daya saing aluminium ekstrusi Indonesia di pasar AS," jelas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Isy Karim.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag, Natan Kambuno mengungkapkan selama masa penyelidikan, pemerintah tetap bekerja keras mempertahankan posisi eksportir Indonesia dengan menyusun pembelaan tertulis dan menerima kedatangan penyelidik AS untuk proses verifikasi.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke AS mencapai US$41 juta pada periode Januari—Agustus 2024, menurun dari US$79,5 juta pada periode yang sama tahun lalu akibat adanya penyelidikan ini.
Dengan penghentian penyelidikan antidumping dan antisubsidi, diharapkan ekspor produk aluminium dapat kembali tumbuh di pasar AS.
Selama lima tahun terakhir, ekspor produk ini menunjukkan tren peningkatan yang stabil, dari US$75 juta pada 2019 hingga mencapai US$102 juta pada 2023.
"Kami harap, keputusan USITC ini dapat memulihkan kinerja ekspor aluminium ekstrusi Indonesia ke pasar AS di masa depan," kata Natan.
(prc/wdh)