Akan tetapi, laporan kinerja dagang itu sejatinya memberi sentimen negatif pada rupiah karena nilai surplus dagang menyentuh level terendah sejak Juli. Surplus yang makin kecil tak lain karena valas yang masuk dari ekspor lebih rendah ketimbang valas yang keluar untuk kebutuhan impor. BI terlihat masuk mengintervensi agar pelemahan rupiah tidak semakin buruk.
Sampai jelang berakhirnya sesi satu perdagangan Jumat, rupiah masih menjadi valuta terlemah di Asia dengan pelemahan mencapai 0,22% di level Rp15.890/US$, bersama peso yang melemah 0,09%, juga yuan renminbi 0,09%, yen 0,06% serta dolar Hong Kong yang tergerus tipis 0,01%.
Sementara mata uang negeri jiran lain berbalik menguat seperti baht 0,44%, ringgit 0,19%, dolar Singapura 0,18%, yuan offshore 0,14% dan won Korsel serta dolar Taiwan masing-masing 0,07% dan 0,01%.
Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto menyatakan, pelemahan rupiah hari ini terutama karena pernyataan hawkish Gubernur Federal Reserve Jerome Powell serta data inflasi AS yang menyokong penguatan lagi indeks dolar AS. BI juga melihat pasokan valas di pasar masih memadai.
Rupiah terlihat menghadapi kepungan tekanan di berbagai arah menyusul arus jual yang makin besar di pasar saham sejak pagi tadi. IHSG dibuka lemah dan sejauh ini sudah anjlok lebih dari 1% akibat saham-saham perbankan yang terus dilepas oleh investor, terutama asing.
Di pasar surat berharga negara, pergerakan yield jelang penutupan sesi pertama pasar, terlihat turun terutama untuk tenor pendek dan tenor acuan. Yield SBN-2Y turun ke 6,56%. Begitu juga tenor 5Y yang melemah imbal hasilnya ke 6,72%. Sedangkan tenor 10Y juga turun ke 6,94%.
Tenor lebih panjang 20Y dan 30Y sampai siang ini masih naik masing-masing ke 7,08% dan 7,04%.
(rui)