Hal ini dianggap sebagai kemenangan bagi aktivis LGBTQ yang telah berjuang selama lebih dari satu dekade untuk mendapatkan hak yang sama dalam pernikahan seperti pasangan heteroseksual.
Thailand berada dalam posisi yang strategis untuk meraih pangsa pasar yang lebih besar dalam pasar pariwisata LGBTQ global, yang mencakup 10% wisatawan secara global dan bernilai lebih dari US$200 miliar (Rp3.179 triliun) setiap tahunnya, ujar Agoda, yang merupakan bagian dari Booking Holdings Inc. yang berbasis di AS.
Banyak kota di Thailand juga dapat menjadi destinasi yang menonjol untuk pernikahan, yang akan meningkatkan industri pernikahan negara itu serta sektor terkait seperti perhotelan dan katering.
Thailand termasuk di antara sekitar 40 negara di seluruh dunia yang menjamin hak pernikahan yang setara. Negara ini menonjol di Asia Tenggara, di mana kemajuan dalam pengakuan hak-hak komunitas LGBTQ masih sangat terbatas dan mereka sering menghadapi diskriminasi.
“Meski sudah menjadi destinasi yang populer bagi wisatawan LGBTQIA+, langkah ini diperkirakan akan semakin memperkuat reputasi Thailand sebagai pilihan liburan yang inklusif,” kata Timothy Hughes, wakil presiden Pengembangan Korporat di Agoda, dalam pernyataannya.
Pariwisata adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi Thailand, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara. Sekitar 30 juta wisatawan telah mengunjungi negara ini hingga tahun ini, menuju target pemerintah untuk mencapai 36,7 juta kunjungan sepanjang tahun.
Pada tahun 2019, Thailand mencatat rekor kunjungan wisatawan asing — hampir 40 juta — yang menghasilkan pendapatan sebesar US$60 miliar (Rp953 triliun).
(bbn)