Sunarso menambahkan agar tidak terjadi kecurangan dan moral hazard, maka kredit UMKM yang dapat diputihkan adalah kredit yang sudah macet sedikitnya 5 tahun dan telah dilakukan restrukturisasi serta penagihan secara maksimal.
"Kredit ini sudah tidak kita tagih, tapi perlu penegasan bahwa ini boleh dihapus tagih dan dalam hapus tagih ini tidak merugikan negara," katanya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dalam PP ini dijelaskan bahwa terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar kredit dapat dihapustagihkan.
“Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai penghapusan piutang macet: a. Bank dan/atau lembaga keuangan non-bank BUMN kepada UMKM dengan cara penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet; dan b. pemerintah kepada UMKM dengan cara penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang negara macet,” bunyi Pasal 2.
Dalam pasal 6 beleid itu dijelaskan, setelah bank atau lembaga keuangan non-bank milik negara melakukan hapus buku maka penghapustagihan piutang macet baru dapat dilakukan kepada beberapa kredit.
Pertama, kredit atau pembiayaan UMKM yang merupakan program pemerintah yang dananya bersumber dari bank atau lembaga keuangan non-bank BUMN dan programnya telah selesai ketika PP 47/2024 berlaku.
Kedua, kredit atau pembiayaan UMKM di luar program pemerintah yang penyalurannya menggunakan dana dari Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN yang bersangkutan.
Ketiga, kredit atau pembiayaan UMKM akibat terjadinya bencana alam berupa gempa, likuifaksi, atau bencana alam lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
Lebih rinci, kredit-kredit tersebut harus memenuhi kriteria bahwa nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500 juta per debitur atau nasabah, telah dihapusbukukan minimal 5 tahun pada PP ini berlaku, bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjamin kredit.
“[Serta] tidak terdapat Agunan kredit atau pembiayaan atau terdapat Agunan kredit atau pembiayaan namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau Agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman/ kewajiban nasabah,” bunyi Pasal 6 ayat 2 poin d.
(azr/dba)