Di samping itu, saham-saham yang menguat dan menjadi top gainers di antaranya PT Adiwarna Anugerah Abadi Tbk (NAIK) yang melesat 34,5%, PT Topindo Solusi Komunika Tbk (TOSK) melonjak 34,5%, dan PT Pudjiadi and Sons Tbk (PNSE) melejit 24,8%.
Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Satu Visi Putra Tbk (VISI) yang jatuh 25%, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) ambruk 17,8%, dan PT BerdiKari pondasi Perkasa Tbk (BDKR) anjlok 13,6%.
Bursa Asia lainnya ikut melemah, terutama saham-saham Jepang dan Korea Selatan yang turut menyeret Bursa lain, KOSPI (Korea Selatan), NIKKEI 225 (Tokyo), PSEI (Filipina), Topix (Jepang), SENSEX (India), TW Weighted Index (Taiwan), dan Hang Seng (Hong Kong), yang tertekan dan drop dengan masing-masing 2,64%, 1,66%, 1,41%, 1,21%, 1,08%, 0,53%, dan 0,12%.
Di sisi berseberangan, CSI 300 (China), Shanghai Composite (China), SETI (Thailand), Straits Times (Singapura), KLCI (Malaysia), Shenzhen Comp. (China), dan Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), berhasil menguat masing-masing 0,62%, 0,51%, 0,44%, 0,24%, 0,19%, 0,16%, dan 0,10%.
Sejumlah Bursa Saham Asia dan IHSG bergerak senada dengan momentum pelemahan di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street kompak ditutup melemah.
Dow Jones Industrial Average, S&P 500, dan Nasdaq Composite, masing-masing tertekan dengan melemah 0,86%, 0,29%, dan 0,09%.
Jelang Pengumuman Inflasi AS
Para investor memposisikan diri menjelang data inflasi AS yang akan dirilis pada malam nanti, yang diperkirakan menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) secara keseluruhan ada kenaikan 0,2% untuk bulan keempat berturut-turut, sementara ukuran tahun-ke-tahun (year-over-year) diperkirakan akan mempercepat untuk pertama kalinya sejak Maret.
Inflasi AS terbaru bisa semakin memudarkan harapan pada laju pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) imbas proyeksi pemotongan suku bunga AS di 2025 hingga Juni hanya akan terjadi dua kali, dibandingkan hampir empat kali pemotongan yang diperkirakan pada awal pekan lalu.
Gubernur Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari, pada Selasa kemarin mengatakan dia akan memantau data inflasi dengan cermat untuk menentukan apakah pemotongan suku bunga lebih lanjut diperlukan pada pertemuan Bank Sentral AS di bulan Desember.
Para pelaku pasar termasuk investor dan trader berspekulasi bahwa kebijakan yang dijanjikan Donald Trump akan memicu inflasi dan mempertahankan suku bunga AS tetap tinggi.
Efeknya, “Pasar obligasi bersiap untuk angka IHK yang lebih kuat,” terang David Rogal, Manajer Portofolio Pendapatan Tetap di BlackRock Inc. “Meskipun ada kepastian atas hasil Pemilu, masih ada ketidakpastian yang cukup besar terkait kebijakan dan dampaknya terhadap pasar.”
Pasar memperkirakan kebijakan pajak dan tarif yang diusulkan oleh Presiden Terpilih AS, Donald Trump, akan semakin mendorong inflasi, dengan pilihan utama untuk jabatan pemerintahan yang menandakan sikap tegas terhadap China.
“Karena dampak yang saling memperburuk dari imbal hasil yang lebih tinggi, dolar yang lebih kuat, dan ketidakpastian perdagangan yang terus berlanjut,” kata Kyle Rodda, Analis Pasar Senior di Capital.Com Inc.
“Ada risiko yang semakin besar bahwa inflasi akan semakin mendominasi pergerakan pasar. Ibarat jin yang sudah keluar dari botol, inflasi yang tinggi ini sulit untuk dikendalikan dan dampaknya akan terus terasa.”
(fad/ain)