Logo Bloomberg Technoz

Nasib Kasus Pidana Trump usai Terpilih Jadi Presiden AS Lagi

News
13 November 2024 16:30

Donald Trump./Bloomberg-Bing Guan
Donald Trump./Bloomberg-Bing Guan

Erik Larson, David Voreacos dan Chris Strohm - Bloomberg News

Bloomberg, Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, kini menghadapi beberapa kasus hukum yang rumit. Di tengah kampanye untuk kembali ke Gedung Putih, Trump dihadapkan pada empat tuntutan pidana yang terpisah. Namun, setelah kemenangannya, jaksa mulai mempertimbangkan untuk membatalkan dua kasus federal, sementara dua kasus lainnya yang dibawa oleh negara bagian juga berada dalam kondisi genting.

Kasus Uang Tutup Mulut di New York

Pada bulan Mei, Donald Trump menjadi mantan presiden AS pertama yang dinyatakan bersalah dalam kasus pidana setelah terbukti bersalah atas 34 tuduhan kejahatan pemalsuan catatan bisnis. Kasus ini diajukan oleh Jaksa Distrik Manhattan, Alvin Bragg, atas nama negara bagian New York. Pengadilan memutuskan bahwa Trump telah melakukan penipuan untuk menyembunyikan pembayaran sebesar US$130.000 kepada aktris film dewasa Stormy Daniels sebelum Pemilu 2016 guna menjaga kerahasiaan tentang dugaan hubungan intim yang terjadi satu dekade sebelumnya.

Hakim Juan Merchan di Manhattan dijadwalkan untuk menjatuhkan hukuman kepada Trump pada 26 November, meskipun masih belum jelas apakah sidang akan berlangsung sesuai jadwal. Trump menghadapi kemungkinan hukuman penjara hingga empat tahun, meskipun banyak ahli hukum memperkirakan bahwa dia akan mendapat hukuman yang lebih ringan, atau bahkan hanya masa percobaan, mengingat ini adalah pelanggaran pertamanya.

Kemenangan Trump dalam pemilu menimbulkan pertanyaan tambahan mengenai kemungkinan hukuman penjara. Dalam email kepada pengadilan, pengacara Trump, Emil Bove, meminta pembatalan kasus ini secara keseluruhan untuk menghindari "hambatan konstitusional terhadap kemampuan Presiden Trump untuk memerintah." Argumen ini dapat didasarkan pada Supremacy Clause dalam Konstitusi AS, yang melarang negara bagian mengganggu pelaksanaan kekuasaan konstitusional pemerintah federal.