Awalnya, grup kartel minyak tersebut berencana untuk mulai mengembalikan jumlah barel yang telah dipangkas ke pasar mulai Oktober 2024, tetapi kemudian ditunda hingga Desember 2024 dan kemudian Januari 2025.
Hal ini sejalan dengan perkiraan yang melihat OPEC+ memperpanjang pemotongannya hingga tahun baru untuk mendukung harga minyak mentah.
Data BMI saat ini menunjukkan surplus sekitar 720.000 barel per hari atau barrel oil per day (BOPD) untuk 2025 dan mengasumsikan bahwa OPEC+ tidak akan mulai meningkatkan produksinya hingga April tahun itu.
Ada risiko yang cukup besar terhadap pandangan tersebut, di mana OPEC+ dapat memilih untuk memperpanjang pemangkasan hingga semester II-2025 atau memperdalam pemangkasannya, jika kondisi pasar menuntutnya.
Namun, mengingat hal ini tidak mungkin terjadi kecuali harga sedang lemah, risiko kenaikan harga terhadap Brent terbatas.
Trump
Kedua, kemenangan Presiden AS Donald Trump yang menimbulkan pertanyaan baru bagi harga minyak dunia.
Trump telah memenangkan pemilihan presiden AS, tetapi tanpa kejelasan lebih lanjut mengenai kebijakan mana yang akan ditempuh saat menjabat dan siapa yang akan mendukungnya dalam melaksanakan agendanya, sulit untuk mengatakan dengan pasti dampaknya terhadap harga Brent.
Pandangan inti BMI melihat Trump mengadopsi pendekatan kebijakan yang relatif pragmatis, di mana memilih untuk tidak mengejar perubahan kebijakan yang lebih radikal, atau ditahan oleh kendala kelembagaan atau pengaruh penasihat kebijakan yang lebih moderat. Namun, hal ini masih jauh dari pasti.
Bagaimanapun, dampak pada fundamental pasar minyak pada 2025 kemungkinan akan sedikit terbatas. Meskipun Trump kemungkinan akan mendukung sektor minyak dan gas domestik, paling tidak melalui regulasi yang lebih longgar, hal ini tidak mungkin mengubah tingkat pertumbuhan produksi AS secara material dalam jangka pendek.
"Output [produksi] dipengaruhi oleh banyak faktor lain, seperti harga minyak, biaya input, dan tekanan pemegang saham dan ini akan diutamakan sepanjang tahun."
Demikian pula, permintaan minyak juga dapat didorong di bawah kepemimpinan Trump, melalui promosi yang lebih kuat terhadap penggunaan bahan bakar fosil di dalam negeri dan berkurangnya dukungan untuk energi rendah karbon.
Namun, dampak pada konsumsi akan relatif terbatas dan akan bertambah dalam jangka waktu beberapa tahun.
Sekali lagi, ini akan bergantung pada bagaimana pendekatan Trump saat menjabat, tetapi area utama yang perlu diperhatikan termasuk potensi pengetatan sanksi, terutama pada Iran, perubahan signifikan dalam pendekatan kebijakan luar negeri dan meningkatnya ketegangan perdagangan, khususnya dengan China.
"Namun, sekali lagi, beberapa di antaranya akan menjadi faktor yang menguntungkan dan yang lainnya merugikan dan kami agak ambivalen terhadap dampak pada Brent pada tahap ini dan memiliki pandangan netral untuk saat ini."
Timur Tengah
Ketiga, ketegangan di Timur Tengah yang bersifat cair dan telah menjadi sumber ketidakpastian berkelanjutan selama 13 bulan terakhir.
Kemenangan Trump telah sedikit mengubah kalkulasi di kawasan tersebut, tetapi masih ada ketidakpastian yang cukup besar tentang bagaimana perubahan sifat keterlibatan AS dan apa artinya bagi kondisi di lapangan.
Namun, pandangan inti BMI tetap bahwa perang di Gaza dan Lebanon akan berakhir pada semester I-2025 dan mengakhiri perang ini kemungkinan akan menjadi prioritas bagi Trump. Walhasil, ini akan menghapus asumsi risiko terkait dengan konflik, menghilangkan faktor yang mendukung harga minyak mentah.
Di lain sisi, dalam jangka pendek, BMI melihat Israel meningkatkan intensitas konflik untuk membuka jalan bagi gencatan senjata di masa mendatang yang akan ditengahi oleh Trump.
"Kami juga memperkirakan Iran akan membalas serangan Israel pada 25 Oktober, meningkatkan pertukaran serangan balasan antara keduanya. Trump akan lebih bersedia mendukung serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran daripada Presiden Joe Biden. Setiap serangan terhadap fasilitas ini akan menandai eskalasi yang signifikan dan dapat meningkatkan premi risiko pada Brent untuk sementara waktu."
Risiko gangguan fisik terhadap produksi atau ekspor minyak yang berasal dari perang tetap relatif rendah. Namun, mengingat Timur Tengah dan Afrika Utara merupakan kawasan pengekspor minyak utama dan banyak eksportir terbesarnya sangat bergantung pada akses ke Selat Hormuz, harga umumnya reaktif terhadap perkembangan di Timur Tengah.
Sementara itu, ekspor minyak Iran kemungkinan akan menghadapi pengawasan yang lebih ketat dan pemerintahan Trump akan mendorong penegakan yang lebih ketat terhadap tindakan sanksi yang ada.
Meski demikian, mengingat sebagian besar minyak Iran kini mengalir ke penyuling independen di China, masih dipertanyakan seberapa efektif penegakan sanksi yang lebih ketat.
(dov/wdh)