Bloomberg Technoz, Jakarta – Harga salah satu komoditas mineral logam andalan Indonesia, timah, diproyeksikan menguat secara anual; masing-masing 7% pada 2025 dan 6% pada 2026.
Bank Dunia atau World Bank (WB) dalam laporan Commodity Market Outlook teranyarnya mengatakan proyeksi penguatan harga timah terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan semikonduktor, panel fotovoltaik, dan teknologi transisi energi lainnya.
"Setelah kenaikan yang diharapkan sebesar 16% secara tahunan atau year on year [yoy] tahun ini, harga timah akan naik sebesar 7% pada 2025 dan 6% pada 2026, didukung oleh meningkatnya permintaan semikonduktor, panel fotovoltaik, dan teknologi transisi energi lainnya," papar tim peneliti Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (13/11/2024).
Dari sisi pasokan, ekspor timah Indonesia diperkirakan kembali stabil setelah penundaan perizinan menyebabkan penurunan tajam pada awal 2024.

Sebaliknya, operasi belum dimulai kembali di tambang-tambang utama di Myanmar—produsen timah terbesar ketiga—meskipun larangan penambangan 2023 telah dicabut sebagian pada awal 2024.
"Dengan sedikit proyek penambangan timah baru yang sedang dikembangkan, pasokan global kemungkinan akan tetap ketat pada tahun-tahun mendatang," papar Bank Dunia.
Institusi keuangan global itu juga mencatat rerata harga timah berada di level US$26.218/ton pada Januari—Maret 2024. Harganya sempat menguat ke level US$32.262/ton pada April-Juni 2024 dan melemah ke level US$31.608/ton pada Juli—September 2024.
Adapun, harga timah turun tipis 2% secara quater to quarter (qtq) pada kuartal III-2024, menyusul lonjakan 23% pada kuartal sebelumnya karena gangguan pasokan dari produsen utama di Indonesia dan Myanmar.
(dov/wdh)