Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas masih tersangkut di zona bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 38,74. RSI di bawah 50 menandakan suatu aset sedang berada di posisi bearish.
Akan tetapi, indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 3,99. Jauh di bawah 20 yang berarti tergolong jenuh jual (oversold).
Harga emas kini sudah melampaui pivot point US$ 2.605/troy ons. Dari sini, target support terdekat adalah Moving Average (MA) 5 di US$ 2.643/troy ons. Jika tertembus, maka MA-10 di US$ 2.683/troy ons bisa menjadi target berikutnya.
Sedangkan target support terdekat adalah US$ 2.595/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membuat harga emas jatuh ke arah US$ 2.576/troy ons.
Inflasi AS
Sentimen yang akan mempengaruhi harga emas dalam waktu dekat adalah rilis data inflasi di Amerika Serikat (AS) yang dirilis malam ini waktu Indonesia. Pasar memperkirakan inflasi di Negeri Paman Sam masih ‘bandel’.
Pada Oktober, konsensus pasar memperkirakan laju inflasi dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) sebesar 0,2%. Sama seperti September.
Sementara laju inflasi inti (core) diperkirakan 0,3% mtm pada Oktober. Juga tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya.
Dibandingkan Oktober tahun lalu (year-on-year/yoy), laju inflasi Oktober diperkirakan 2,6%. Lebih tinggi ketimbang September yang sebesar 2,4% yoy.
Untuk inflasi inti, proyeksi pasar ada di 3,3% yoy pada Oktober. Tidak berubah dibandingkan September.
Inflasi yang masih ‘keras kepala’ ini membuat bank sentral Federal Reserve mungkin ragu untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell dan kolega untuk memangkas Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25-4,5% pada rapat Desember adalah 60,3%. Turun drastis dibandingkan peluang seminggu lalu yang masih sebesar 77,3%.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga rendah.
(aji)