Logo Bloomberg Technoz

Penguatan dolar AS membuat emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas berkurang, harga pun mengikuti.

Ya, dolar AS memang sedang perkasa. Kemarin, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama) naik 0,46% ke 105,95. Ini menjadi yang tertinggi sejak 26 Juni atau sekira hampir 5 bulan terakhir.

Dollar Index (Sumber: Bloomberg)

Keterpilihan Donald Trump sebagai Presiden AS menjadi obat kuat bagi mata uang Negeri Paman Sam. Semasa kampanye, Trump berulang kali menegaskan komitmennya untuk membuat dolar AS kembali kuat, strong dollar.

Selain itu, Trump juga dikenal dengan kebijakan luar negeri yang agresif dengan menerapkan kenaikan bea masuk atas impor dari berbagai negara. Ini akan membuat harga barang dan jasa secara umum akan naik, inflasi akan melejit.

Jika kebijakan itu dilakukan dan inflasi meninggi, maka akan menjadi sulit bagi bank sentral Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga. Target inflasi 2% yang dicanangkan The Fed bisa jadi terancam.

Sedangkan emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Memegang emas akan kurang menguntungkan saat suku bunga masih tinggi.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas kian dalam terseret ke zona bearish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 37,22.

RSI di bawah 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bearish. Kalau sampai ke bawah 30, maka artinya sudah jenuh jual (oversold).

Sedangkan indikator Stochastic RSI sudah menyentuh angka 0. Sudah paling rendah, sangat jenuh jual.

Oleh karena itu, harga emas punya peluang bangkit. Target resisten terdekat adalah US$ 2.654/troy ons yang menjadi Moving Average (MA) 5. Namun ini bisa tercapai andai pivot point US$ 2.639/troy ons telah tertembus.

Adapun target support terdekat adalah US$ 2.563/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas jatuh lagi menuju US$ 2.538/troy ons yang menjadi MA-100.

(aji)

No more pages