Yusuf mendesak agar pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut, utamanya dari sisi efisiensi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebab, PPN DTP merupakan bentuk subsidi tidak langsung yang bersumber dari APBN.
Terlebih, kebutuhan pembiayaan dalam APBN pada tahun-tahun mendatang terbilang cukup tinggi. Dengan demikian, di tengah keterbatasan fiskal, pemerintah seharusnya dapat mengkaji manfaat yang dihasilkan dari kebijakan tersebut apakah sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Seperti diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Ekonomi) berencana untuk melanjutkan pemberlakukan insentif beban PPN 100% atas pembelian rumah atau PPN Ditanggung Pemerintah hingga 2025.
Sekretaris Kemenko Ekonomi Susiwijono Moegiarso memprediksi sektor properti masih menjadi andalan sebagai salah satu mesin utama untuk mendorong perekonomian pada 2025, sehingga insentif untuk sektor tersebut dinilai bisa memacu ekonomi Indonesia.
“Makanya tahun ini kan kemarin disetujui perpanjangan PPN DTP untuk yang properti. Untuk tahun depan, Pak Menko [Airlangga Hartarto] juga sudah mengusulkan perpanjangan,” kata Susi ditemui di Graha Mandiri, Jakarta, Senin (11/11/2024).
Selain PPN DTP, Susi juga menyampaikan bahwa pihaknya telah memberi usul agar Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) diperpanjang hingga semester I-2025.
“FLPP sudah kami perpanjangkan sampai akhir tahun dan kami usulkan untuk semester I 2025,” ucap Susi.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan sektor real estat pada kuartal III-2024 hanya tumbuh 2,32% (year-on-year/yoy) dan berkontribusi sebesar 2,32% terhadap PDB.
Sementara sektor konstruksi tumbuh 7,48% (yoy) pada kuartal III yang lalu, dengan distribusinya kepada PDB sebesar 10,06%.
(azr/lav)