Selain itu, DPN juga meminta agar pemerintah segera memperlakukan kembali kebijakan yang sebelumnya pada era reformasi diterapkan, yaitu adanya rasio antara izin impor dengan penyerapan.
Hal itu mengacu kepada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional yang dicabut pada awal 1998 karena mengikuti letter of intent (LoI) antara pemerintah RI dengan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF).
"Jadi boleh menyerap, boleh mengimpor setelah menyerap [dari dalam negeri], ada rasionya. Ini akan menjadi instrumen untuk menjamin bahwa susu segar produksi peternakan sapi peternakan rakyat ini terserap oleh industri pengelolaan susu. Karena, izin impornya baru keluar dengan ditunjukkan adanya penyerapan ini dari kepastian," terangnya.
Kementan sebelumnya mengumumkan bakal mengubah sejumlah regulasi yang akan mewajibkan pelaku industri susu menyerap susu dari peternak nasional.
Ini merupakan respons aksi sejumlah peternak sapi perah rakyat yang membuang sekitar 200 ton susu segar per hari lantaran tidak diserap atau dibeli oleh Industri Pengolah Susu.
"Seluruh industri wajib menyerap susu petani. Kami sudah sepakati, tandatangani, dan berkirim surat ke dinas peternakan provinsi dan kabupaten untuk ditindaklanjuti," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Kementan, Jakarta, Senin (11/10/2024).
Selain itu, dengan adanya kebijakan ini, industri pengolahan susu nasional diharapkannya harus bisa meyerap semua hasil susu peternak, kecuali susu memang mengalami kerusakan.
Amran meyakini, kebijakan ini akan berdampak pada meningkatnya gairah para peternak sapi perah dalam berproduksi.
"Kami harapkan industri bersama pemerintah turun tangan untuk membina para peternak dan membantu meningkatkan kualitas susu dalam negeri. Ini sesuai dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang meminta pemerintah untuk hadir di tengah, industri dan peternak harus bisa tumbuh bersama," jelasnya.
Di sisi lain, Amran mengklaim telah berhasil mempertemukan peternak sapi perah, pengepul, dan industri pengolahan susu. Dalam mediasi tersebut, semua pihak yang terlibat bersepakat untuk bekerja sama agar produksi susu dalam negeri dapat terserap.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi susu dari perusahaan sapi perah di Indonesia pada 2021 mencapai 133,16 juta liter (setara dengan Rp850,59 miliar), lalu anjlok menjadi 121,99 juta liter (Rp784,58 miliar) pada 2022, sebelum kembali naik tipis menjadi 123,90 juta liter (Rp819,97 miliar) pada tahun lalu.
(prc/wdh)