“Jadi jangan sampai double. Nanti dapat dari banknya, dapat dari penggantian dari asuransi, juga dapat, tanda petik ya, penggantian atau pemutihan dari pemerintah. Itu kan double namanya, double-insured namanya,” kata Ryan.
Meski begitu, Ryan menegaskan bahwa masing-masing perbankan harus memiliki standar operasional prosedur (SOP) tersendiri yang mengatur ketentuan teknis dari PP 47 Tahun 2024.
“Terutama ini hanya berlaku untuk bank Himbara [Himpunan Bank Milik Negara] sama BPD [Bank Perekonomian Daerah]. Kalau bank swasta nggak berlaku yang PP ini ya, ini perlu diingat ini, ini debiturnya itu debitur UMKM, khususnya sektor pertanian dalam arti luas, menyangkut petani, pekebun, kemudian termasuk nelayan,” jelasnya.
Ryan menilai akan terdapat banyak debitur sektor UMKM yang terbantu dengan adanya pemutihan kredit, sebab debitur tersebut akan dihapuskan dari daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan nantinya dapat mengakses pembiayaan kembali di perbankan.
“Kalau memang debiturnya masih hidup, dan kalau memang dia bertekad untuk membangun usahanya lagi, maka dia punya akses ke lembaga keuangan, khususnya perbankan. Karena namanya akan di, tanda petik ya, direhabilitasi dari SLIK,” pungkasnya.
Sebagai informasi, PP 47/2024 menyatakan ada tiga kriteria utang UMKM yang bisa dihapus tagih atau pemutihan, yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1). Pertama, kredit UMKM yang merupakan program pemerintah yang sumber dananya dari Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN, yang sudah selesai programnya saat berlakunya PP ini.
Kedua, kredit UMKM di luar program pemerintah yang penyalurannya menggunakan dana dari Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN yang bersangkutan. Ketiga, kredit UMKM akibat terjadinya bencana alam berupa gempa, likuifaksi, atau bencana alam lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau instansi yang berwenang.
Meski demikian, dalam pasal 6 ayat (2) butir c dinyatakan tegas bahwa kredit UMKM yang bisa diputihkan bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit atau pembiayaan.
“Bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit atau pembiayaan,” bunyi pasal 6 ayat (2) poin c.
(azr/lav)