Menurut dia, aturan teknis tersebut harus mengatur batasan-batasan dari kriteria kredit yang dapat dilakukan penghapus tagihan. Sebab, nominal kredit UMKM yang dapat dihapuskan terbilang besar yakni mencapai Rp500 juta.
Dengan begitu, perbankan yang melakukan penghapus tagihan utang sektor UMKM memiliki landasan yang kuat dalam menetapkan debitur-debitur yang akan mendapatkan fasilitas tersebut.
“Iya kalau dihapus orang yang benar, kalau nggak? Kan macam-macam. Kan ada memang individu yang memang bermasalah secara ekonomi dan nggak bisa bangkit lagi, tapi punya niat yang baik. Ada yang niat juga nggak baik, individu karakter rusak. Emang harus di blacklist,” tutur Doddy.
Seperti diketahui, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara memandang tidak perlu terdapat aturan turunan dari PP Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur penghapusan utang sektor UMKM.
Mirza menjelaskan, PP tersebut merupakan perintah dari Undang-Undang P2SK untuk memberikan kepastian hukum kepada bank-bank milik negara bahwa hapus tagih diperbolehkan secara undang-undang.
“Apakah perlu diperkuat oleh POJK [Peraturan Otoritas Jasa Keuangan]? Menurut saya sih tidak harus ya. Tapi kamu tanya sama Pak Dian aja [Kepala Eksekutif Perbankan OJK]. Karena sudah ada di Perintah Undang-Undang kemudian dari PP gitu,” ucap Mirza ketika ditemui usai acara Like IT Bank Indonesia di Jakarta pada pekan lalu.
(azr/lav)