Dalam seminggu terakhir, indeks ini sudah menguat lebih dari 2%.
Dinamika ekonomi Negeri Paman Sam mendukung penguatan dolar AS. Misalnya inflasi, yang akan diumumkan malam ini waktu Indonesia.
Pada Oktober, konsensus pasar memperkirakan laju inflasi dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) sebesar 0,2%. Sama seperti September.
Sementara laju inflasi inti (core) diperkirakan 0,3% mtm pada Oktober. Juga tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya.
Dibandingkan Oktober tahun lalu (year-on-year/yoy), laju inflasi Oktober diperkirakan 2,6%. Lebih tinggi ketimbang September yang sebesar 2,4% yoy.
Untuk inflasi inti, proyeksi pasar ada di 3,3% yoy pada Oktober. Tidak berubah dibandingkan September.
Inflasi yang masih ‘keras kepala’ ini membuat bank sentral Federal Reserve mungkin ragu untuk kembali menurunkan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, kemungkinan Gubernur Jerome ‘Jay’ Powell dan kolega untuk memangkas Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,25-4,5% pada rapat Desember adalah 65,3%. Turun dibandingkan peluang seminggu lalu yang sebesar 79,6%.
Dalam rapat pekan lalu, The Fed tidak memberikan gambaran atau arahan yang jelas mengenai waktu atau skala pelonggaran moneter ke depan.
“Kami tidak tahu mengenai waktu dan substansi perubahan kebijakan,” ujar Powell dalam konferensi pers pekan lalu, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Ketidakjelasan soal arah kebijakan moneter ke depan membuat investor memilih untuk ‘memeluk’ dolar AS. Akibatnya, permintaan aset-aset berbasis dolar AS naik.
(aji)