Kemarin, harga emas dunia di pasar spot ditutup di US$ 2.622,6/troy ons. Anjlok 2,31% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu dan jadi yang terendah sejak 9 Oktober atau lebih dari sebulan terakhir.
Harga emas pun genap turun 2 hari beruntun. Selama 2 hari tersebut, harga anjlok 3,11%.
Tidak hanya itu, harga emas juga kini sudah terseret ke tren negatif. Selama seminggu terakhir, harga ambrol 4,13% secara point-to-point. Dalam sebulan ke belakang, harga berkurang 1%.
Pekan lalu, AS menggelar Pemilihan Umum (Pemilu). Hasilnya, Trump terpilih menjadi presiden Negeri Adidaya hingga 4 tahun mendatang.
Tidak hanya itu, Partai Republik yang mengusung Trump juga menguasai Senat.
Hasil Pemilu AS itu membuat ketidakpastian dari sisi dinamika politik di AS sudah mereda. Ini membuat investor cenderung mengambil posisi profit taking, mengingat harga emas sudah naik begitu tinggi tahun ini.
Buktinya terlihat dari pasar Exchange-Traded Fund (ETF) emas. Bloomberg News mengabarkan, SPDR Gold Shares (GLD), ETF emas terbesar dunia, membukukan arus modal keluar atau capital outflow lebih dari US$ 1 miliar pekan lalu. Ini adalah capital outflow mingguan terbesar sejak Juli 2022 atau hampir 2,5 tahun terakhir.
Selain itu, kemenangan Trump juga membuat nilai tukar mata uang dolar AS menguat. Maklum, Trump dalam beberapa kesempatan mengungkapkan bahwa dirinya ingin mewujudkan strong dollar, dolar AS yang kuat.
Dalam sepekan terakhir, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) terapresiasi 1,48%. Selama sebulan ke belakang, indeks ini menguat 2,21%.
Emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Ketika dolar AS menguat, maka emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas pun turun dan harga mengikuti.
(aji)