Insiden ini menandakan eskalasi kekerasan di Haiti, negara termiskin di belahan bumi bagian barat.
Menurut data PBB, lebih dari 4.900 orang tewas di Haiti tahun ini, dan lebih dari 700.000 orang telah mengungsi karena geng menguasai sebagian besar wilayah negara tersebut. Lebih dari 5,4 juta orang, atau sekitar setengah populasi Haiti, mengalami kelaparan.
Situasi keamanan di Haiti semakin memburuk karena pemerintah setempat gagal menahan laju kekerasan akibat konflik internal yang berkepanjangan. Pada Minggu, Perdana Menteri Garry Conille diberhentikan oleh dewan transisi, kurang dari enam bulan sejak menjabat, sehingga semakin meragukan kemampuan pemerintah untuk menyelenggarakan pemilu yang sudah lama tertunda.
Bandara Port-au-Prince menjadi sangat krusial di tengah migrasi besar-besaran warga Haiti. Diperkirakan sekitar 1,1 juta orang keturunan Haiti tinggal di AS, dengan hampir setengahnya berada di Florida. Penerbangan harian menuju Haiti berkisar sekitar US$400 untuk perjalanan pulang-pergi.
Pada bulan Maret lalu, geng-geng di Haiti sempat menutup bandara setelah terjadi pelarian besar-besaran dari penjara. Kemudian pada bulan Juni, kontingen pertama dari Pasukan Keamanan Multinasional yang dipimpin Kenya tiba di negara tersebut dengan tugas menstabilkan situasi keamanan Haiti.
Senin kemarin, pasukan keamanan ini menyatakan akan terus menjaga “infrastruktur pemerintah yang penting” dan mendukung Kepolisian Nasional Haiti dalam melawan geng-geng yang menguasai sebagian besar wilayah negara itu.
(bbn)