China lebih mengandalkan ekspor untuk mengimbangi lemahnya permintaan domestik yang baru-baru ini coba diatasi Beijing dengan menyuntikkan stimulus ke perekonomian.
Gambaran yang semakin timpang ini menimbulkan penolakan dari semakin banyak negara, dan pemerintahan Trump yang baru kemungkinan akan mengenakan tarif yang akan mengurangi arus ekspor ke AS. Negara-negara dari Amerika Selatan hingga Eropa telah menaikkan tarif terhadap barang-barang China, seperti baja dan kendaraan listrik.
Perusahaan-perusahaan asing juga menarik uang dari China. Kewajiban investasi langsung asing (FDI) turun dalam sembilan bulan pertama tahun ini, menurut data yang dirilis pada Jumat (8/11/2024). Jika penurunan ini berlanjut hingga akhir tahun, ini akan menjadi arus keluar bersih tahunan pertama dalam FDI setidaknya sejak 1990, saat data pembanding dimulai.
China's (customs) trade surplus is pushing back up toward $1 trillion -- it is well over $900b, a rising again in dollar terms.
— Brad Setser (@Brad_Setser) November 7, 2024
1/ pic.twitter.com/E3ysXFnQXd
Respons Beijing sejauh ini ialah menjanjikan lebih banyak dukungan bagi perusahaan. Dewan negara mengumumkan pada Jumat bahwa mereka akan meningkatkan dukungan finansial bagi industri untuk mendorong pertumbuhan perdagangan luar negeri yang stabil, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menstabilkan lapangan kerja.
Perusahaan-perusahaan China telah meningkatkan kinerja ekspor mereka dalam beberapa tahun terakhir. Sebaliknya, perlambatan ekonomi, peningkatan elektrifikasi, dan peningkatan penggantian barang-barang manufaktur asing dengan alternatif domestik, menekan permintaan impor.
Hasil pada Oktober adalah surplus terbesar ketiga dalam sejarah yang berada tepat di bawah rekor Juni. Surplus perdagangan yang dihitung dalam yuan mencapai 5,2% dari produk domestik bruto nominal dalam sembilan bulan pertama tahun ini, tertinggi sejak 2015 dan jauh di atas level rata-rata selama satu dekade terakhir.
Surplus dengan AS naik 4,4% sepanjang tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Data terbaru menunjukkan surplus dengan Uni Eropa meningkat 9,6% dan melonjak hampir 36% dengan 10 negara Asia Tenggara di ASEAN.
Ketidakseimbangan juga meningkat dengan banyak negara lain. China kini mengekspor lebih banyak barang ke hampir 170 negara dan ekonomi daripada yang dibelinya dari negara-negara tersebut, terbanyak sejak 2021.
Perang mata uang mungkin juga akan terjadi. Bank sentral India mengatakan siap membiarkan rupee melemah jika China membiarkan yuan jatuh untuk melawan tarif AS.
Pelemahan yuan akan membuat ekspor China menjadi lebih murah dan bisa semakin memperlebar surplus dengan India, yang mencapai US$85 miliar sepanjang tahun ini, 3% lebih tinggi daripada tahun 2023 dan lebih dari dua kali lipat dari level lima tahun lalu.
(bbn)