Indonesia menjadi salah satu penyebab kenaikan harga CPO. Mulai tahun depan, pemerintahan Presiden Prabowo berkomitmen untuk menaikkan campuran bahan bakar nabati dari 35% menjadi 40% atau B40.
Kebijakan ini akan menambah permintaan CPO di dalam negeri, sekaligus mengurangi porsi yang bisa diekspor. Padahal Indonesia adalah eksportir CPO terbesar dunia. Saat pasokan dari Indonesia turun, maka harga CPO di pasar global akan naik.
Sementara itu, harga minyak nabati lainnya juga masih bergerak naik. Akhir pekan lalu, harga minyak kedelai di bursa Dalian (China) naik 0,5%. Sedangkan di Chicago Board of Trade (Amerika Serikat/AS) menguat 0,7%.
Saat harga minyak kedelai makin mahal, maka keuntungan untuk beralih ke CPO akan meningkat. Sebab, komoditas-komoditas ini memang bisa saling menggantikan.
Analisis Teknikal
Kemudian bagaimana proyeksi harga CPO untuk minggu ini? Apakah ruang kenaikan masih terbuka?
Secara teknikal dengan perspektif mingguan (weekly time frame), CPO masih kuat di zona bullish. Terbukti dengan Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 76,62.
RSI di atas 50 menunjukkan suatu aset sedang dalam posisi bullish. Namun RSI di atas 70 juga merupakan pertanda sudah tergolong jenuh beli (overbought).
Oleh karena itu, harga CPO akan dibayangi risiko koreksi. Maklum, kenaikannya sudah begitu tinggi.
Cermati pivot point di MYR 4.843/ton. Jika tertembus, maka MYR 4.785-.4.719/ton bisa menjadi target berikutnya.
Adapun target resisten terdekat adalah MYR 5.167/ton. Penembusan di titik ini berpotensi membawa harga CPO naik lagi ke arah MYR 5.225-5.258/ton.
(aji)