Kontrak jual beli tersebut bernomor No. 001/SPC/SGE-DK/Vl/202. Adapun, kargo berdasarkan kontrak tersebut adalah 60.000 metrik ton (mt) batu bara uap Indonesia (plus atau minus 10%) dengan harga US$66,73 per ton.
Menurut SGER, spesifikasi batu bara yang dikirimkan memiliki nilai kalor bersih berdasarkan basis yang diterima atau as received basis (ARB) sebesar 4.500 Kkal/kg.
“Berdasarkan kontrak, para pihak menyetujui ketentuan freight on board [FOB] berdasarkan Incoterms 2010, kepemilikan dan risiko atas kargo akan berpindah tangan kepada Danka segera setelah kargo dimuat di atas kapal di pelabuhan muat,” terang Wellyl.
Baik SGER maupun Danka disebut sudah sepakat bersama untuk melibatkan surveyor independen yakni PT Anindya Wiraputra Konsult, untuk memeriksa kargo.
Hasil Inspeksi
Menurut klaim SGER, berdasarkan hasil inspeksi yang dilakukan oleh surveyor independen, telah dipastikan bahwa batu bara yang dipasok oleh SGER sepenuhnya sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam perjanjian jual beli.
“Namun, saat kargo tiba di pelabuhan bongkar di Vinh Tan 4 [VT4] Thermal Power Plant, Danka mengeklaim bahwa kualitas batu bara yang dikirim jauh lebih rendah daripada kualitas pada saat pemuatan, yaitu senilainet as received [NAR] 3.744 Kkal/kg, berdasarkan inspeksi yang dilakukan oleh badan surveyor yang ditunjuk oleh Danka,” tulis SGER.
Hal yang menjadi persoalan adalah, jika memang terjadi ketidaksesuaian, Danka seharusnya mengajukan keberatan melalui mekanisme umpire dalam rentang 30 hari setelah tanggal bill of landing (B/L) sebagaimana dipersyaratkan dalam perjanjian.
Akan tetapi, klaim SGER, karena hal tersebut tidak dilakukan oleh Danka, hasil survei dari Anindya Wiraputra Konsult berupa NAR4525 lah yang hingga kini dianggap final dan mengikat antara SGER dan Danka.
Dengan demikian, SGER menuding Danka tidak memiliki dasar hukum atau fakta untuk menyatakan bahwa SGER melakukan penipuan dan menuntut ganti rugi atas kualitas kargo yang dikirimkan oleh SGER.
“Dengan kata lain, klaim Danka bahwa Sumber Global Energy melakukan penipuan komersial atau melanggar kontrak sama sekali tidak benar dan tidak berdasar,” tegas Welly.
Perusahaan Langganan
SGER pun mengaku sudah kerap kali melakukan transaksi jual beli batu bara bersama Danka dengan estimasi total pengiriman batu bara kurang lebih 1 juta ton, dan baru kali ini terjadi klaim terhadap perbedaan spesifikasi batu bara.
Perusahaan pun menyayangkan sikap Danka yang melibatkan MOIT, Kementerian ESDM, atau otoritas terkait lainnya dalam masalah ini.
“SGER telah mengirim surat klarifikasi ke Kedutaan Besar Vietnam di Indonesia dan juga Kementerian ESDM terkait dengan tuduhan ini,” lanjutnya.
Dalam kaitan itu, SGER, meminta Kedutaan Besar Vietnam di Indonesia untuk mengabaikan klaim Danka yang tidak berdasar dan memfasilitasi penyelesaian sengketa antara kedua pihak dengan merujuk Danka ke arbitrase Singapore International Arbitration Centre (SIAC) sesuai tercantum dalam kontrak karena kontrak antara Danka dan SGE bersifat business to business (b2b).
Langkah ini untuk memastikan prinsip partisipatif serta hubungan kerja sama komersial jangka panjang antara Vietnam dan Indonesia.
Surat ke ESDM
Kasus ini terungkap ketika MOIT Vietnam menyurati Kementerian ESDM dengan nomor surat 2056/CH-AP tertanggal 27 September 2024.
MOIT menyebut Danka telah menandatangani kontrak penjualan No. 001/SPC SGE-DK/VI/2024 tertanggal 21 Juni 2024 dengan PT Sumber Global Energy TBbk (SGER).
Nilai konsinyasi tersebut adalah US$4 juta untuk 60.000 metrik ton batu bara Indonesia (NAR 4.500 Kcal/Kg).
“Sampai saat ini, Danka telah melunasi pembayaran penuh kepada pemasok Indonesia atas pesanan tersebut, berdasarkan sertifikat inspeksi yang diterbitkan oleh PT Anindya Wiraputra Konsult Independent Surveyor & Laboratory (Anindya),” tulis surat MOIT, yang salinannya ditinjau Bloomberg Technoz, pekan ini.
Namun, menurut pemeriksaan kualitas berikutnya yang dilakukan setelah kedatangan kiriman di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Vinh Tan 4 (VT4), nilai kalor batu bara sebenarnya hanya NAR 3.744 Kkal/kg atau 17,2% lebih rendah dari NAR 4.525 Kkal/kg yang disebutkan dalam sertifikat pemeriksaan awal.
"Menurut informasi Danka, perbedaan nilai kalor yang cukup besar ini tidak hanya mengakibatkan denda sebesar US$2,84 juta yang dijatuhkan oleh VT4 kepada Danka, tetapi juga menyebabkan kerugian besar pada reputasi dan kedudukan Danka, yang menempatkan perusahaan pada risiko dikeluarkan dari transaksi bisnis pada masa mendatang dengan pembangkit listrik ini," bunyi surat tersebut.
Lebih jauh, Danka telah menyatakan kekhawatiran serius bahwa insiden ini mungkin merupakan penipuan perdagangan yang disengaja yang dilakukan oleh Sumber Global Energy dan Anindya untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil dalam pasokan batu bara dengan VT4.
Saat dimintai tanggapan; Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan kementerian bakal menyalurkan surat tersebut kepada instansi yang lebih memiliki kewenangan, seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hingga Kementerian Perdagangan.
"Itu kan urusannya KPPU, ya kita salurkan pada pihak yang perdagangan kan. Kalau sudah urusan seperti itu perdagangan yang di depan," ujar Agus saat ditemui di kantornya, Jumat (8/11/2024).
Dari sisi Kementerian ESDM, Agus mengatakan, selama ini kementerian sudah berupaya menjaga perdagangan yang baik. Hal ini diwujudkan melalui pembentukan harga patokan, seperti harga batu bara acuan (HBA), harga mineral acuan (HMA) dan Indonesian Crude Price (ICP).
"Namun, kalau sudah ada urusan yang antarbisnis ya, sudah urusan business to business," ujarnya.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(wdh)