Inggris, misalnya, yang telah mengembangkan London Bullion Market Association (LBMA) menjadi pusat perdagangan emas global yang secara signifikan memengaruhi harga emas.
Kemudian, di Asia, China dan India juga telah mengembangkan pasar bullion domestik mereka dengan melibatkan bullion bank dalam perdagangan dan menyediakan produk keuangan berbasis emas.
"Ini adalah contoh terbaik dari cara terbaik untuk mengoptimalkan cadangan emas," kata Josua.
Butuh Regulasi yang Kokoh
Meski demikian, Josua mengatakan dalam pembentukan bank emas tersebut, pemerintah harus membuat undang-undang yang kuat dan jelas yang mencakup fungsi otoritas keuangan, jenis produk berbasis emas yang diizinkan, hingga lisensi yang ketat.
Itu mesti dilakukan guna memastikan perusahaan ataupun lembaga yang akan berpartisipasi dalam bank emas tersebut.
"Regulasi ini harus memastikan bahwa GBB dapat bekerja dengan transparan dan efektif serta dapat menjaga harga emas domestik stabil dengan mengontrol supply dan demand dengan bijaksana."
Pemerintah melalui Kementerian BUMN sebelumnya mendorong sejumlah perusahaan pelat merah negara untuk segera bekerja sama dalam pembentukan bank emas.
Dorongan tersebut dilakukan guna optimalisasi peningkatan nilai tambah dan mendorong integrasi ekosistem dalam komoditas emas yang saat ini juga dimiliki Indonesia.
"Kita coba nanti dorong lagi di pemerintahan, kebetulan kita punya tadi, seperti PT Pegadaian, Bank Syariah Indonesia (BSI), atau Bank BRI. Ini bisa menjadi opsi untuk [mengintegrasikan] bullion bank," ujar Menteri BUMN Erick Thohir, kemarin.
Erick mengatakan, apalagi saat ini holding BUMN Pertambangan PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID) melalui anggota holding-nya. Antam. telah menekan kerja sama bersama Freeport Indonesia dalam pengolahan emas.
Perjanjian tersebut meliputi jual beli sebanyak 30 ton emas yang dihasilkan melalui fasilitas precious metal refinery (PMR), termasuk dalam bagian pabrik pemurnian atau smelter katoda tembaga di Manyar, Jawa Timur, dengan nilai mencapai US$12,5 miliar (sekitar Rp200 triliun).
"Kalau dulu ekosistemnya emasnya belum nyambung, kalau ini kan sudah bisa menjadi proven bahwa ini barangnya sudah ada," ujar dia.
(ibn/lav)