Jakarta - Pasar modal Indonesia terus berkembang dengan menghadirkan berbagai instrumen investasi baru yang menarik. Salah satu produk inovatif yang diluncurkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Single Stock Futures (SSF), sebuah kontrak berjangka yang memungkinkan investor untuk memperdagangkan saham tertentu di masa depan dengan harga yang telah disepakati.
SSF ini menjadi opsi bagi investor yang ingin melakukan lindung nilai atau trading dengan lebih fleksibel dan terjangkau. Kehadiran produk ini diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar dan memberikan peluang bagi investor untuk lebih mengoptimalkan strategi investasinya. Namun, seperti produk derivatif lainnya, SSF juga memiliki risiko yang perlu dipahami dengan baik sebelum memutuskan untuk berinvestasi.
SSF atau bisa dikenal dengan Kontrak Berjangka Saham (KBS) secara definisi termasuk dalam produk derivatif, yang merupakan produk yang nilai atau peluang keuntungannya terkait dengan kinerja aset yang mendasarinya (underlying). SSF memberikan solusi bagi investor untuk bisa bertransaksi dengan kebutuhan dana yang lebih rendah, namun dengan exposure yang sama dengan membeli saham. SSF juga memberikan fleksibilitas lebih bagi investor untuk melakukan strategi investasi yang lebih beragam, seperti lindung nilai (hedging), maupun pemanfaatan momentum pergerakan saham yang lebih cepat seperti day trading.
Saham yang menjadi underlying SSF adalah saham-saham yang masuk dalam Indeks LQ45 yang memiliki kapitalisasi besar, likuiditas tinggi, dan reputasi baik di pasar. BEI telah menerbitkan SSF yang didasari efek underlying saham BBRI, BBCA, ASII, TLKM, dan MDKA. Tentu saja, pergerakan harga saham underlying ini akan sangat mempengaruhi harga SSF, karena nilai SSF didasarkan pada ekspektasi harga saham di masa depan.
Produk ini merupakan common practice di bursa-bursa global dan sangat populer ditransaksikan. Berbeda dengan produk non-saham lainnya yaitu Waran Terstruktur yang diterbitkan oleh Anggota Bursa, SSF diterbitkan oleh BEI. Dalam transaksi SSF, tidak ada kepemilikan langsung atas saham, namun investor tetap mendapatkan eksposur atau potensi kerugian/keuntungan terhadap pergerakan harga saham tersebut.