"Jadi Bulog itu menjadi sebuah badan yang bisa mengontrol fluktasi harga pangan, yang selama ini mungkin sulit. Bulog itu perlu Rp26 triliun, nanti setelah operasi pasar, mungkin tergerus Rp5 triliun—Rp6 triliun," ujarnya.
"Selama ini kan operasi pasar itu ditopang oleh pinjaman Himbara hampir Rp30 triliun. Nah, kalau pinjam Himbara, ada bunganya. Kalau negara hadir, beda, itu keberpihakan negara untuk rakyat, sesuai dengan visi Bapak Prabowo, swasembada pangan secepatnya."
Wacana mengubah kelembagaan Bulog awalnya diungkapkan oleh Direktur Utama Bulog Wahyu Suparno.
Saat itu, Wahyu mengaku mendapatkan penugasan dari Prabowo untuk melakukan persiapan transisi khusus. Terlebih, selama ini Bulog masih menjadi operator dan bekerja berdasarkan perintah regulator.
"Saat ini Bulog selaku Perum masih sebagai operator ini betul-betul terkekang, kita BUMN murni yang bekerja berdasarkan perintah regulator," ujarnya saat rapat dengan Komisi IV, Selasa (5/11/2024)
"Saya diminta oleh Pak Presiden Prabowo Subianto, kalau konkretnya persiapan transisi secara khusus, saya diperintahkan 'Mas Wahyu, ubah transformasi kelembagaan Bulog' Kita akan kembali lagi 52 tahun seperti dahulu."
Adapun, status Bulog sebagai BUMN mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perum Bulog.
Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan Perum Bulog adalah BUMN, yang seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, yang menyelenggarakan usaha logistik pangan serta usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan.
(dov/wdh)