Bahlil menuturkan Freeport Indonesia sendiri sekarang juga sedang melakukan investigasi terhadap pabrik pengolahan katoda tembaga satu lini terbesar di dunia tersebut, terutama setelah insiden kebakaran di kompleks tersebut pada 14 Oktober 2024.
Haisl investigasi tersebut belum diterbitkan. Namun, Bahlil menyebut penyelidikan tengah dilakukan terhadap kontraktor yang membangun smelter tersebut, khususnya dari aspek teknik, pengadaan, dan konstruksi atau engineering, procurement, and consturction (EPC).
“EPC-nya kan dari Jepang. Jadi janganlah kita terlalu percaya informasi [whistleblower] yang belum tahu keakuratannya. Kita tunggu saja hasilnya. [...] Sudah dicek dari awal. Dari awal kala tidak lolos tahan gempa, bagaimana bisa pabrik itu jalan. Sudah cek dari awal ya,” tegas Bahlil.
Ditemui terpisah semalam, Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas juga membantah laporan whistleblower di SEC yang menyebut Freeport mengabaikan masukan ihwal risiko gempa serta konstruktusi yang cacat di proyek smelter katoda tembaga itu.
"Enggak, itu tidak benar. Kita [Freeport Indonesia] pokoknya semua kita lakukan sesuai dengan standar internasional dan pengaturan mengenai bangunan di Indonesia," ujar Tony kepada Bloomberg Technoz.
Sebagai konteks, SEC diketahui sedang menyelidiki apakah Freeport-McMoRan telah gagal melaporkan adanya ancaman yang dapat ditimbulkan gempa bumi dahsyat terhadap kompleks smelter barunya yang bernilai US$3,7 miliar atau hampir Rp60 triliun di kawasan JIIPE Gresik.
Menurut orang-orang yang mengetahui masalah tersebut, pejabat SEC mulai meninjau apakah Freeport-McMoRan—sebagai badan usaha yang tercatat di bursa AS — seharusnya membuat pengungkapan tertentu kepada investor.
Hal itu menyusul laporan whistleblower dari seorang insinyur senior yang pernah bekerja sebagai kontraktor untuk Freeport. Dia mengajukan pengaduan pelanggaran kepada SEC, dan meminta untuk tidak disebutkan namanya saat membahas masalah rahasia tersebut.
Mantan kontraktor yang tidak disebutkan namanya tersebut menduga kompleks smelter katoda tembaga PTFI di Manyar berisiko runtuh ke laut jika terjadi gempa besar, menurut salinan dokumen yang ditinjau oleh Bloomberg.
Menurut klaim sumber tersebut, Freeport diduga mengabaikan saran para ahli dan mengandalkan desain teknik yang tidak memenuhi standar Indonesia untuk bangunan tahan gempa, menurut pengaduan tersebut, yang diajukan pada 2022.
Dokumen tersebut menuduh bahwa risiko runtuhnya smelter tersebut dapat mengancam nyawa manusia dan lingkungan, menyebabkan kekacauan di pasar logam, dan merugikan bisnis Freeport serta harga sahamnya.
Sejauh ini, SEC belum mengeluarkan tuduhan resmi bahwa Freeport melakukan kesalahan. Penyelidikan pun dapat berakhir jika tidak ada kasus yang diajukan dan dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan.
Namun, perusahaan atau orang yang menurut SEC melanggar aturan sekuritas AS dapat menghadapi denda atau hukuman perdata lainnya. Terlebih, SEC mengharuskan perusahaan publik di AS untuk mengungkapkan risiko yang dianggap material oleh kebanyakan orang terhadap keputusan investasi.
Juru bicara SEC menolak berkomentar ketika dimintai tanggapan oleh Bloomberg.
Di sisi lain, Freeport-McMoRan membantah klaim pengaduan whistleblower tersebut. Dalam sebuah pernyataan, perusahaan mengatakan proyek smelter Manyar sudah menjalani "beberapa tinjauan ahli materi pokok" yang mengonfirmasi bahwa desain teknik dan konstruksi "sepenuhnya mematuhi semua kode bangunan Indonesia yang berlaku."
"Keselamatan tetap menjadi prioritas utama Freeport," kata Linda Hayes, juru bicara Freeport-McMoRan. "Ini adalah masalah yang tidak dapat kami kompromikan."
Hayes mengatakan bahwa perusahaan mengungkapkan semua informasi material tentang bisnisnya, termasuk tentang pertanyaan SEC, dalam pengajuan publiknya.
(wdh)