Indeks dolar AS melesat ke level rekor tertinggi setahun. Sedangkan Treasury, surat utang AS, makin melesat yield-nya membuat pamor aset emerging market jatuh ke titik rendah.
Bukan hanya Indonesia saja yang merasakan getah dari 'Trump Trade', meski nilai penjualan saham oleh asing di bursa saham RI relatif lebih besar.
Nyaris semua negara Asia Tenggara juga mengalami hal serupa. Di Thailand misalnya, asing melepas US$308,3 juta obligasi pada 7 November lalu, nilai penjualan bersih terbesar dalam 11 bulan terakhir dan menjadi penjualan lima hari beruntun. Sementara nilai penjualan di pasar saham Thailand oleh asing, cenderung lebih kecil.
Di Malaysia, asing melepas saham sekitar US$83,6 juta pada hari yang sama. Sedangkan di Filipina penjualan saham oleh investor global mencapai US$67 juta.
Selain Indonesia, rekor penjualan saham oleh global fund terbesar dicatat oleh India. Berdasarkan data terakhir pada 6 November, dilansir oleh Bloomberg, asing melepas US$440,9 juta saham, menjadi gelombang jual hari ke-11 beruntun.
Sementara di pasar surat utang India, asing menjual US$317,1 juta, nilai penjualan terbesar dalam sebulan terakhir.
Berbeda dengan negara-negara di Tenggara dan Selatan, di Timur pemodal asing justru memperbanyak nilai belanja. Pemodal global mencatat pembelian obligasi tercatat di Korea Selatan pada 6 November, sebesar US$422,4 juta, yang menjadi pembelian hari kelima beruntun.
Sedangkan di pasar saham Korsel, asing membeli US$14,1 juta kemarin. Di Taiwan, asing juga memborong saham sebesar US$46,2 juta.
Sepekan ini, asing mencetak net buy di ekuitas Korsel senilai US$48,8 week-to-date. Begitu juga di Jepang di mana asing juga membukukan net buy senilai US$911,1 juta di pasar saham pada periode yang sama.
Sentimen membaik
Pasca pengumuman hasil FOMC The Fed dini hari tadi, ditambah ketegasan Gubernur The Fed Jerome Powell memastikan independensi bank sentral di hadapan rezim pemerintahan Trump, dampak 'Trump Trade' terlihat mengecil.
Pada awal perdagangan di Asia Jumat pagi, yield Treasury di semua tenor terpantau turun. UST-2Y terkikis 5,6 bps ke level 4,20% pagi ini. Tenor 7Y bahkan turun 10,5 bps dan 10Y juga truun 8,8 bps ke level 4,34%. Sementara tenor 30Y yang sempat melompat double digit terpicu 'Trump Trade', pagi ini terpantau menurun 6 bps ke 4,5%.
Sementara indeks dolar AS yang tadi malam ditutup melemah, saat ini terpantau stabil di 104,5. Adapun di pasar saham, tadi malam indeks Wall Stret masih melanjutkan reli. Pagi ini, bursa saham Asia terlihat masih bertahan di zona hijau di mana bursa saham Jepang menguat 0,6%, sedangkan Hang Seng juga menguat lebih dari 1%.
Begitu juga bursa saham Taiwan dan Korsel yang juga menguat pagi ini.
Setelah pengumuman FOMC The Fed, perhatian pelaku pasar setelah ini akan bergeser ke rilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Produsen (PPI) yang dijadwalkan pada pekan depan.
Data itu akan menentukan apakah The Fed akan memangkas bunga acuan lagi pada Januari atau tidak, menurut analis Mega Capital Sekuritas.
Konsensus inflasi headline dan core CPI Oktober adalah 0,20% dan 0,30% dalam perhitungan bulanan (MoM).
"Menurut kami, dampak kebijakan pemotongan pajak Trump 2.0 baru akan terasa mulai 2026 karena kebijakan stimulus pajak Trump periode pertama (Tax Cuts and Jobs Act/TCJA) masih berjalan dan berakhir Desember 2025 dengan sebagian efek stimulus pajak korporasi berakhir Desember 2028," kata Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati, dari Mega Capital Sekuritas dalam catatan pagi ini ini.
Trump masih bisa menambahkan stimulus pajak baru dengan skala yang terbatas, yakni untuk tip pekerja sektor jasa akomodasi dan restoran, overtime, dan corporate tax rate 15% bagi sektor manufaktur yang memindahkan fasilitas produksi ke AS dari luar negeri.
(rui)