Berikut 10 saham dengan angka net buy tertinggi yang paling jadi incaran akumulasi oleh investor asing selama perdagangan Kamis (7/11/2024):
- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Rp93 miliar
- PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Rp38,58 miliar
- PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Rp33,6 miliar
- PT Astra International Tbk (ASII) Rp30,91 miliar
- PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) Rp20,88 miliar
- PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) Rp19,84 miliar
- PT Timah Tbk (TINS) Rp19,78 miliar
- PT Panin Financial Tbk (PNLF) Rp17,4 miliar
- PT United Tractors Tbk (UNTR) Rp13,51 miliar
- PT MNC Land Tbk (KPIG) Rp11,62 miliar
Kemenangan Donald Trump Dinilai Jadi Pemicu
Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS atas pesaingnya, Kamala Harris menjadi sorotan utama hingga mempengaruhi pasar keuangan global kemarin dan ke depan.
Kemenangan Trump menjadi Presiden Amerika Serikat ke-47 akan diikuti oleh sejumlah kebijakan yang potensial mengubah wajah perekonomian Amerika Serikat, negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Praktisi pasar modal Bernad Mahardika Sandjojo menilai kemenangan Donald Trump menjadi risiko pemberat bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang atau emerging market, seperti Indonesia yang berdampak pada laju IHSG.
Hal itu disebabkan lantaran kebijakan ekonomi yang diusung Trump berpotensi memicu peningkatan intensitas perang dagang dengan China.
“Ini adalah Pilpres Amerika yang paling berpengaruh terhadap market Indonesia. Karena banyak kebijakan-kebijakan dari Presiden terpilih yang berhubungan langsung dengan emerging market, terutama Indonesia,” ujar Bernad dalam unggahan di laman Instagram pribadinya, Kamis (7/11/2024)
Bernad menambahkan, hal itu akan membawa dampak negatif terhadap laju IHSG, yang sebelumnya juga sudah tercermin usai Trump dipastikan unggul dari lawannya, Kamala Harris pada Selasa kemarin hingga Rabu pagi.
“Memang secara tidak secara langsung, kebijakan-kebijakan Trump ini tidak akan menguntungkan Indonesia sebagai emerging country. Karena apa? pertama AS akan menetapkan politik dumping, dia akan perang tarif,” terang Bernad.
Senada, Analis Algo Research Alvin Baramuli mengamini adanya potensi risiko untuk Bursa Saham RI.
Dia menjelaskan, AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Ekspor terbesar Indonesia ke AS meliputi pakaian dan aparel, barang-barang elektronik, sayuran dan beberapa produk lain.
“Dengan demikian, setiap perlambatan atau kerugian dari pasar AS akan sangat merugikan perekonomian Indonesia yang dapat menghambat prospek pertumbuhan lapangan kerja,” jelas Alvin.
Dengan pengenaan tarif 20% saja, perusahaan di AS perlu membayar tambahan US$5 miliar setiap tahun untuk barang-barang impor dari Indonesia. Tambahan ini menggunakan asumsi nilai impor dari RI sebesar US$25 miliar per tahun.
“Pertanyaannya sekarang adalah, apakah perusahaan di AS bisa mentransmisikan beban tarif itu dengan menaikkan harga jual produk ke konsumen? Jika tidak, perusahaan AS akan menurunkan permintaan (impor), sehingga akan memukul penjualan dan keuntungan perusahaan Indonesia,” papar Alvin.
Sama halnya, mengutip riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Trump mewacanakan sejumlah kebijakan proteksionis yang lebih berfokus pada perkembangan ekonomi dalam negerinya tersendiri, antara lain: menurunkan pajak korporasi menjadi 15% (dibandingkan sebelumnya 21%); menetapkan bea impor sebesar 10–20% atas seluruh barang impor, sementara khusus untuk China sebesar 60%.
“Kami melihat kebijakan proteksionis dari Trump berpotensi memperkuat dolar AS serta dapat berdampak negatif terhadap IHSG karena memicu outflow dari investor asing, khususnya terhadap perusahaan yang memiliki eksposur (utang/impor) besar dalam dolar AS,” papar Mirae.
(fad/wep)