Pada awal perdagangan di Asia Jumat pagi, yield Treasury di semua tenor terpantau turun. UST-2Y terkikis 5,6 bps ke level 4,20% pagi ini. Tenor 7Y bahkan turun 10,5 bps dan 10Y juga truun 8,8 bps ke level 4,34%. Sementara tenor 30Y yang sempat melompat double digit terpicu 'Trump Trade', pagi ini terpantau menurun 6 bps ke 4,5%.
Perkembangan ini akan memberi dukungan bagi pasar surat utang domestik yang tertekan sejak awal pekan. Selisih imbal hasil memang masih relatif sempit namun sudah lebih lebar dibanding beberapa hari ini.
Kini yield spread RI dengan AS bertahan di 238 bps. Sinyal dari pasar Treasury kemungkinan akan menular ke pasar domestik yang pada penutupan transaksi Kamis kemarin juga menunjukkan rebound harga.
Adapun premi risiko investasi di Indonesia yang sempat melompat ke level 73,33 pada hari ketika Donald Trump memenangkan Pilpres AS, kini sudah berangsur turun ke level 69,06.
Seperti diketahui, Trump telah berjanji akan menaikkan kenaikan tarif impor AS dan memotong pajak atas segala hal mulai dari keuntungan perusahaan hingga upah lembur, kebijakan yang secara luas dianggap bisa memicu inflasi.
Dia juga mempertimbangkan untuk mengubah kepemimpinan The Fed, dan mengklaim dirinya mempunyai hak untuk berpendapat mengenai suku bunga.
Para pelaku pasar sejatinya sudah cukup memprediksi dinamika itu. FOMC bulan ini dan bulan depan, mungkin tidak akan memberikan banyak kejutan. Namun, arah kebijakan bunga setelah tahun berganti mungkin akan menyodorkan hal lebih menarik.
“Untuk hari Kamis, hal ini tidak berarti apa-apa dan mungkin tidak berarti apa-apa untuk bulan Desember,” kata Michael Feroli, kepala ekonom AS JPMorgan, dalam sebuah wawancara. “Setelah bulan Desember, hal ini menjadi lebih menarik.”
The Fed tidak tahu usulan kebijakan Trump mana yang akan diberlakukan, atau bagaimana urutannya, dan hal itu saja bisa membuat para pejabatnya bertindak lebih hati-hati, katanya. “Saat Anda semakin tidak yakin, Anda mungkin ingin melakukannya sedikit lebih lambat.”
Sebelum pemilu, perekonomian AS berada pada jalur menuju soft landing yang sangat dinantikan. Inflasi telah turun menuju sasaran The Fed sebesar 2% tanpa lonjakan pengangguran, meskipun pasar kerja telah menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Namun kini terdapat serangkaian risiko baru.
Kenaikan tarif impor dan pemotongan pajak akan merangsang permintaan konsumen, keduanya dinilai memantik inflasi ke depan oleh banyak ekonom.
Kemampuan Trump untuk mewujudkan kebijakan akan meningkat jika Partai Republik yang dipimpinnya, yang telah memenangkan Senat, juga berhasil mempertahankan kendali di DPR – dan hal ini tampaknya semakin mungkin terjadi. Dia juga berjanji akan mendeportasi jutaan migran tidak berdokumen.
Dalam laporan baru-baru ini, Nomura Holdings Inc. memperkirakan inflasi akan meningkat 75 basis poin pada tahun 2025 di bawah kepresidenan Trump.
Bank investasi itu kini memperkirakan hanya satu pemotongan suku bunga The Fed tahun depan, dari empat proyeksi sebelum pemilu.
“Kami memperkirakan Trump akan menindaklanjuti proposal kampanyenya untuk menaikkan tarif, yang mengarah pada peningkatan inflasi jangka pendek yang signifikan dan pertumbuhan yang sedikit lebih rendah,” tulis ekonom termasuk David Seif dalam sebuah catatan pada hari Rabu.
Baru terasa 2026
Setelah pengumuman FOMC The Fed, perhatian pelaku pasar setelah ini akan bergeser ke rilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Produsen (PPI) yang dijadwalkan pada pekan depan.
Data itu akan menentukan apakah The Fed akan memangkas bunga acuan lagi pada Januari atau tidak, menurut analis Mega Capital Sekuritas.
Konsensus inflasi headline dan core CPI Oktober adalah 0,20% dan 0,30% dalam perhitungan bulanan (MoM). "Menurut kami, dampak kebijakan pemotongan pajak Trump 2.0 baru akan terasa mulai 2026 karena kebijakan stimulus pajak Trump periode pertama (Tax Cuts and Jobs Act/TCJA) masih berjalan dan berakhir Desember 2025 dengan sebagian efek stimulus pajak korporasi berakhir Desember 2028," kata Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati, dari Mega Capital Sekuritas dalam catatan pagi ini ini.
Trump masih bisa menambahkan stimulus pajak baru dengan skala yang terbatas, yakni untuk tip pekerja sektor jasa akomodasi dan restoran, overtime, dan corporate tax rate 15% bagi sektor manufaktur yang memindahkan fasilitas produksi ke AS dari luar negeri.
Analis memprediksi, yield 10Y INDOGB dan INDON akan mulai bergerak turun bila yield 10Y UST sudah berada di level 4,10%-4,20%.
"Dengan kata lain, masih ada sisa efek euforia Trump di pasar UST sebesar 13 bps lagi. Untuk hari ini, yield 10Y INDON berpotensi turun ke rentang 5,05-5.10%, tetapi yield 10Y SUN flattish di 6,75-6,80%. Kami menduga yield 5Y SUN masih akan bergerak turun ke rentang 6,60-6.70% hari ini sebagai bagian dari proses netralisasi efek euforia Trump," kata Lionel yang mempertahankan rekomendasi buy untuk FR0098, FR0101, FR0103 dan FR0104.
(rui)