Logo Bloomberg Technoz

Apabila break resistance tersebut, rupiah berpotensi menguat lanjutan dengan menuju level Rp15.550/US$ sampai dengan Rp15.500/US$ sebagai resistance paling potensialnya mendekati MA-50.

Sebaliknya, bila rupiah mengalami tekanan lagi, terdapat level support di Rp15.750/US$ dan selanjutnya Rp15.770/US$. Adapun support terkuat juga sebagai support psikologis ada di level Rp15.800/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Jumat 8 November 2024 (Riset Bloomberg Technoz)

Dini hari tadi, Federal Reserve memutuskan pemangkasan bunga acuan sebesar 25 bps sesuai ekspektasi pasar. Gubernur Federal Reserve Jerome Powell dalam taklimat media menyatakan ketegasan posisinya sebagai pimpinan bank sentral yang akan tidak akan goyah dengan tekanan politik, memberikan kelegaan pada pasar bahwa independensi The Fed akan terjaga.

Powell bilang ia akan bertahan di kursinya meski diminta mundur oleh Donald Trump yang memenangkan Gedung Putih dalam Pilpres 5 November lalu. 

Dalam jumpa pers usai pertemuan The Fed, seorang reporter bertanya kepada Powell mengenai saran dari beberapa penasihat Trump yang memintanya mengundurkan diri. Reporter tersebut kemudian bertanya apakah Powell akan mundur jika Trump memintanya. Powell menjawab singkat, “Tidak.

Baca juga: Powell Kembali Berhadapan dengan Trump dan akan Merasakan Tantangannya


Dalam laporan pengumuman kebijakan bunga acuan, Komite The Fed mengubah beberapa pernyataan dan mengatakan bahwa “kondisi pasar tenaga kerja umumnya telah melonggar,” dan mengulangi bahwa “tingkat pengangguran telah naik, tetapi tetap rendah.”

Pernyataan tersebut menghapus referensi tentang “kemajuan lebih lanjut” dalam inflasi, dengan mengatakan bahwa inflasi “telah mendekati target 2% yang ditetapkan oleh komite, meski masih agak tinggi.”

Keputusan The Fed itu melegakan pasar dan untuk sementara sepertinya memberikan 'kepastian' bahwa lajur penurunan bunga acuan ke depan masih sesuai dengan harapan para pelaku pasar. Itu berarti kabar baik bagi aset-aset di emerging market yang dalam beberapa hari ini tertekan hebat oleh sentimen 'Trump Trade'.

Perhatian pelaku pasar setelah ini akan bergeser ke rilis data inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Produsen (PPI) yang dijadwalkan pekan depan. Data itu akan menentukan apakah The Fed akan memangkas bunga acuan lagi pada Januari atau tidak, menurut analis Mega Capital Sekuritas.

Konsensus inflasi headline dan core CPI Oktober adalah 0,20% dan 0,30% dalam perhitungan bulanan (MoM). "Menurut kami, dampak kebijakan pemotongan pajak Trump 2.0 baru akan terasa mulai 2026 karena kebijakan stimulus pajak Trump periode pertama (Tax Cuts and Jobs Act/TCJA) masih berjalan dan berakhir Desember 2025 dengan sebagian efek stimulus pajak korporasi berakhir Desember 2028," kata Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati, dari Mega Capital Sekuritas dalam catatan pagi ini ini.

Trump masih bisa menambahkan stimulus pajak baru dengan skala yang terbatas, yakni untuk tip pekerja sektor jasa akomodasi dan restoran, overtime, dan corporate tax rate 15% bagi sektor manufaktur yang memindahkan fasilitas produksi ke AS dari luar negeri.

Amunisi cadangan devisa

Indonesia mencatat rekor cadangan devisa tertinggi sepanjang sejarah yang tercatat sejak 1998 silam, pada Oktober lalu sebesar US$ 151,2 miliar. Kenaikan cadangan devisa itu terjadi ketika rupiah melemah 3,7% pada periode yang sama.

Posisi cadangan devisa yang memadai akan menjadi amunisi yang memadai bagi bank sentral dalam menstabilkan nilai tukar yang kemungkinan masih akan mengalami volatilitas tajam dalam jangka pendek pasca Pilpres AS.

Di sisi lain, rencana Pemerintah RI memperpanjang batas kewajiban penempatan devisa hasil ekspor di dalam negeri, bisa memberikan dukungan lebih banyak pada rupiah.

Di dalam negeri, efek 'Trump Trade' signifikan menekan pasar saham yang mengalami 'kerontokan' dalam dua hari beruntun lebih dari 1%. Asing melepas posisi sedikitnya Rp2,7 triliun dalam dua hari perdagangan.

Sementara di pasar surat utang, terjadi rebound pada perdagangan kemarin yang berhasil membawa rupiah lebih kuat. Tenor pendek 2Y turun 1,3 bps begitu juga tenor panjang 30Y yang terkikis sedikit 0,6 bps. Namun, tenor acuan 10Y masih naik pada perdagangan sore kemarin. Sedangkan tenor menengah 5Y bahkan terkikis 4 bps imbal hasilnya.

Bank Indonesia memastikan akan memantau secara lekat dinamika pasar yang menyertainya berikut efek ke pasar domestik.

"BI akan terus melalukan berbagai upaya stabilisasi apabila terdapat peningkatan volatilitas rupiah antara lain melalui triple intervention," kata Direktur Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Fitra Jusdiman, kemarin.

Triple intervention yakni mengguyur intervensi di pasar spot valas, pasar forward rupiah domestik (DNDF) juga intervensi di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

(rui)

No more pages