Logo Bloomberg Technoz

Badai Belum Usai Bebani Rupiah: Kini Tunggu FOMC The Fed

Tim Riset Bloomberg Technoz
07 November 2024 07:40

Karyawan memperlihatkan uang dolar AS dan rupiah di pusat penukaran uang di Jakarta, Rabu (11/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Karyawan memperlihatkan uang dolar AS dan rupiah di pusat penukaran uang di Jakarta, Rabu (11/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah kemungkinan masih akan menghadapi tekanan yang cukup berat dalam perdagangan di pasar spot hari Kamis ini, setelah Pilpres AS telah dimenangkan oleh Donald Trump dan Federal Reserve dijadwalkan akan mengumumkan kebijakan bunga acuan pada Jumat dini hari Waktu Indonesia.

Indeks dolar AS mencetak reli luar biasa dan pada penutupan bursa New York dini hari tadi, DXY ditutup naik 1,61% ke level 105,08. Itu menjadi kenaikan indeks dolar AS terbesar dalam sehari, sejak terakhir terjadi pada pandemi Covid-19 empat tahun silam.

Sementara yield Treasury, surat utang AS, masih bergolak melesat hingga 23 bps untuk tenor panjang 30Y, menyentuh 4,67%. Sedang yield UST-10Y kini sudah di level tertinggi sejak April dan tenor pendek 2Y juga naik ke 4,26%.

Para vigilante pasar obligasi menunjukkan taring dengan melepas posisi mereka karena kekhawatiran akan lonjakan defisit fiskal AS pemerintahan baru kelak dengan berbagai rencana kebijakan yang membutuhkan belanja sangat besar.

Situasi tersebut semakin membuat pasar emerging market kelimpahan getah, tak terkecuali Indonesia. Selisih imbal hasil obligasi RI dan AS kini makin sempit, tinggal 232 bps dari posisi 300 bps beberapa waktu lalu.