Di sisi lain, Perry juga menyatakan, masih ada ruang bagi penurunan bunga acuan menyusul tingkat inflasi yang mencapai level terendah saat ini.
BI juga masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI di kisaran 5,1% tahun ini, didukung oleh kinerja ekspor yang masih kuat, investasi dan konsumsi oleh kelas menengah dan kelas atas.
Sampai jelang penutupan pasar Indonesia, Donald Trump untuk sementara masih unggul atas pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris dalam Pilpres AS.
Trump sudah mengantongi kemenangan di tiga negara bagian swing states, yakni North Calorina, Georgia, dan Pennsylvania.
Keunggulan Trump telah membawa dolar AS menyentuh level tertinggi setahun terakhir. Indeks Bloomberg Dollar Spot Index naik 1,7%, kenaikan tertinggi dalam empat tahun terakhir atau sejak pandemi Covid-19.
Sedangkan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia (DXY) sempat menyentuh 105,3 pada 13:43 WIB dan kini stabil di kisaran 105,07.
Yield Treasury juga masih melanjutkan kenaikan di semua tenor. Yield UST-10Y naik 14,4 bps ke level 4,41%. Sedangkan tenor panjang 30Y naik 17,9 bps ke 4,61%. Tenor pendek 2Y juga naik lebih kecil, sebesar 6,4 bps ke level 4,24% pada pukul 15:12 WIB.
Efek 'Trump trade' pada akhirnya membuat pasar keuangan Indonesia terjebak zona merah.
Rupiah tertekan sempat menyentuh Rp15.860/US$ dan akhirnya ditutup di level Rp15.830/US$, melemah 0,6% dibanding kemarin. Pelemahan rupiah terjadi bersama dengan semua mata uang Asia di mana yen Jepang menjadi yang terlemah dengan penurunan nilai 1,6% sejauh ini.
Bukan hanya rupiah yang terseret, harga saham di pasar domestik juga ambles. IHSG tergerus 1,31% sejauh ini ke level 7.393.
Adapun di pasar surat utang negara (SBN), mayoritas tenor tertekan harganya. Yield SBN tenor 10Y naik ke level 6,79%. Disusul oleh tenor 2Y kini di 6,54%. Adapun tenor 5Y bahkan menyentuh 6,79%.
BI rate akan ditahan lagi
Kerentanan rupiah dan ancaman arus keluar modal asing yang makin besar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global akan semakin membatasi ruang penurunan bunga acuan, BI Rate.
Bank Indonesia kemungkinan akan menunda penurunan bunga acuan dalam pertemuan Rapat Dewan Gubernur pekan depan.
Hasil pertemuan Komite Federal Reserve, bank sentral AS, biasa disebut FOMC yang digelar esok hari, juga akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi kebijakan BI. Meski sejauh ini pasar masih yakin The Fed akan menggunting lagi fed fund rate sebesar 25 bps, tetapi BI belum tentu akan mengekor menilik rupiah yang rapuh.
Rupiah telah kehilangan nilai hingga 3,7% selama Oktober, penurunan bulanan terbesar sejak pandemi 2020 lalu. Sejak RDG bulan Oktober, rupiah telah melemah 2,2% sampai saat ini (year-to-date).
Pada kuartal IV-2024 saja, arus keluar modal asing telah mencapai US$ 695,3 juta quarter-to-date, membawa nilai capital inflows sepanjang tahun berkurang tinggal sebesar US$2,55 miliar.
Jadi, kendati tingkat inflasi saat ini sudah berada di level terendah sejak 2021 ditambah pertumbuhan ekonomi juga melemah ke posisi terburuk setahun terakhir, BI kemungkinan masih akan menahan BI Rate dan berupaya menarik modal asing masuk dengan mengerek tingkat bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Pada lelang SRBI terakhir, bunga SRBI-12M sudah di 7,05%.
Dua bank investasi asing, Citigroup dan Barclays, memperkirakan BI masih akan menahan lagi BI Rate di level saat ini, dalam RDG pekan depan.
"Dalam dua RDG terakhir, BI menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi butuh dukungan. Namun, arah bunga acuan masih bergantung pada outlook Neraca Pembayaran yang saat ini banyak disetir oleh perkembangan pasar global khususnya terkait hasil Pilpres AS," kata Helmi Arman, Ekonom Citigroup.
Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi menambahkan, ada potensi pelebaran defisit transaksi berjalan hingga sebesar -0,75% dari PDB pada kuartal III, makin lebar dibanding kuartal II sebesar -0,58% akibat berlanjutnya overheating perekonomian domestik.
"Kami melihat ada peningkatan risiko terjadinya twin deficit. Masalah defisit kembar yang semakin parah akan meningkatkan volatilitas rupiah, yang pada gilirannya akan mempersulit arah penurunan suku bunga BI di masa depan," kata Lionel.
Apabila volatilitas pasar global tidak berkurang setelah Pilpres AS dan proyeksi penurunan bunga The Fed pada esok hari, BI kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga di bulan November untuk mempertahankan pergerakan rupiah pada kisaran Rp15.300-15.700/US$.
(rui)