"Kalau sama semua untuk apa menterinya baru," ujar Mu'ti berseloroh disambut riuh anggota Komisi X yang hadir.
Dalam penyerapan aspirasi dari dunia pendidikan, kata Mu'ti, salah satunya dengan memanggil seluruh kepala dinas pendidikan di seluruh daerah di Indonesia. Rapat bersama seluruh kepala dinas diagendakan di Jakarta pada 11 November nanti.
"Untuk memberi masukan kepada kami terkait PPPK hingga zonasi," ujar Mu'ti.
Sebelumnya, di tengah riuh UN dihapus atau dilanjutkan, Pengamat Pendidikan, Ina liem menilai dari sisi positif dan negatif bila Ujian Nasional (UN) diberlakukan kembali. Menurut Ina, isu tersebut memang sedang ada desakan masif dari kelompok tertentu yang minta Ujian Nasional (UN) ada lagi.
"Dampaknya apabila UN dilaksanakan kembali: menguntungkan kelompok tersebut namun merugikan siswa dan masa depan bangsa," kata Ina kepada Bloomberg Technoz.
Kemudian Ina menilai dampak lainnya pada siswa-siswa sekolah akan mengalami kesulitan beradaptasi dengan dunia kerja industri kerja 4.0.
"Siswa yang nantinya akan kesulitan beradaptasi dengan dunia kerja 4.0, masyarakat 5.0. UN itu standardised test, cocok untuk industri 2.0 dimana produk yang dihasilkan harus standard,"kata Ina.
"Sedangkan itu sekarang dilakukan oleh robot. Padahal sesuatu yang inovatif itu justru sesuatu yangg tidak standard kan? Project-based learning di kurmer sudah mengarah kesana: fokus cari solusi," tambah Ina.
Disinggung mengenai apakah nanti bila ada UN lagi juga turut berdampak bagi siswa jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), Ina pun mengatakan masalah tersebut sudah memiliki masing-masing standard sendiri.
"Luar negeri pun kan beda negara beda persyaratan. Dalam satu negara yang sama, satu universitas dengan yang lain belum tentu sama juga standard syarat masuknya. Jadi keputusan perlu tidaknya UN tidak perlu mengikuti syarat masuk PT di luar negeri. Mau mengikuti negara mana, universitas mana?," terang Ina.
(ain)