Logo Bloomberg Technoz

Lonjakan nilai dolar AS di seluruh dunia didorong oleh perkiraan bahwa kebijakan Trump bila jadi orang nomor satu di negeri adidaya itu, akan memantik inflasi dan memperlambat laju penurunan suku bunga acuan Federal Reserve ke depan.

Sesuatu yang akan merugikan aset-aset di emerging market, termasuk Indonesia. Trump dalam janji kampanye telah mengatakan akan memangkas tarif pajak dan mengenakan tarif impor besar-besaran yang merugikan mata uang mitra dagang terbesar.

"Kebijakan tarif dan pajak Trump akan memicu inflasi lebih tinggi dan defisit yang juga lebih tinggi dan itu berarti suku bunga jangka panjang akan lebih tinggi juga," kata Priya Misra, Portfolio Manager di JPMorgan Investment Management, dilansir dari Bloomberg.

Kenaikan dolar AS juga dipicu oleh aksi jual di pasar surat utang AS, Treasury. Penjualan Treasury yang masif sejak pagi tadi, telah melonjakkan tingkat imbal hasil alias yield-nya di semua tenor.

Yield UST-10Y naik 16,2 bps ke level 4,43%. Bahkan tenor panjang 30Y naik 17,9 bps ke level 4,61%.

Selain itu, aset Bitcoin juga mencetak all-time-high dan kini ada di level US$ 74.756. Sementara harga emas ambles 1,3% dan kini menyentuh US$ 2.709,06 per troy ounce.

Efek 'Trump trade' pada akhirnya membuat pasar keuangan Indonesia terjebak zona merah.

Rupiah tertekan dan saat ini makin melemah ke kisaran Rp15.860/US$ jelang pembukaan pasar Eropa.

IHSG bahkan sudah tergerus 1,12% begitu sesi kedua siang tadi dibuka. Kini, indeks saham ada di 7.410.

Adapun di pasar surat utang negara (SBN), mayoritas tenor tertekan harganya. Yield SBN tenor 10Y naik ke level 6,77%. Disusul oleh tenor 2Y kini di 6,53%. Adapun tenor 5Y bahkan menyentuh 6,76%.

(rui)

TAG

No more pages

Artikel Terkait