“Ya, jangan sampai pemerintah lari dari tanggung jawab. Pemerintah harus segera menyelesaikan [masalah tunggakan ini],” ujarnya.
Dalam waktu dekat, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana untuk bertemu dengan Aprindo guna membahas soal tunggakan sebesar Rp 344,15 miliar tersebut.
"Mudah-mudahan awal minggu depan ini. Tertutup," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim kepada wartawan di Gedung Kemendag, Kamis (27/4/2023).
Rencana pertemuan ini menyusul rencana Aprindo untuk menyetop penjualan minyak goreng di pasar modern lantaran pemerintah belum melunasi selisih harga miyak goreng itu,
"Kami akan mengundang secara formal Aprindo berdiskusi untuk membicarakan [tunggakan tersebut] dan mengimbau agar tidak memboikot penjualan migor," lanjutnya.
Isy tidak menampik pemerintah memang belum membayarkan tunggakan tersebut lantaran proses hukumnya masih sedang berjalan dan sedang ditindaklanjuti oleh Kejaksaang Agung (Kejagung).
Dia mengatakan, ketika Kejagung telah melakukan verifikasi dan pengecekan secara detail soal laporan dari Kemendag, pihaknya akan segera melakukan pelunasan terhadap tunggakan tersebut.
Kemendag juga tengah menunggu hasil laporan surveyor independen untuk memverifikasi apakah benar pelaku usaha ritel modern telah mendistribusikan minyak goreng sesuai dengan kebijakan yang berlaku saat itu.
Akan tetapi, lanjut Isy, proses verifikasi tersebut terkendala lantaran pihak surveyor tidak dapat menyelesaikan laporannya tepat waktu, sehingga Kemendag harus mengadakan tender untuk mencari surveyor baru.
"Untuk menentukan surveyor itu kan harus memenuhi lelang, tidak boleh penunjukkan langsung. Nah pelaksanaan lelang itu mengalami kendala waktu itu. Kemudian ada keputusan pemerintah itu terminnya di cabut, sehingga ada kekhawatiran mengenai aspek hukumnya. Oleh sebab itu, kami perlu pendapat hukum dari Kejaksaan Agung. Memang perlu waktu untuk melakukan verifikasi betul tidak yang didistribusikan oleh para pelaku usaha [ritel modern] itu. Jadi ada proses yang mungkin terlewatkan," sambungnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey mengaku telah berulang kali melakukan audiensi dengan pihak-pihak terkait termasuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR. Aprindo juga sudah mengirimkan surat ke Kantor Staf Presiden (KSP), tetapi tidak membuahkan hasil juga.
“Opsi penyetopan [penjualan] minyak goreng ini akan dilakukan dalam waktu dekat agar semuanya sadar bahwa ada masalah yang tidak kunjung selesai hingga lebih dari satu tahun,” kata Roy, Kamis (13/4/2023).
Saat ini, Roy masih berkoordinasi dengan 31 peritel modern yang menjalankan lebih dari 30.000 gerai di seluruh Indonesia sebelum mengeksekusi rencana penyetopan tersebut.
Dia menjelaskan besaran utang pemerintah tersebut dihitung berdasarkan rerata selisih harga keekonomian minyak goreng senilai Rp17.260/liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak senilai Rp14.000/liter.
Kementerian Perdagangan menerbitkan kebijakan minyak goreng satu harga yang berlaku pada 19—31 Januari 2022 sebagai upaya mengatasi lonjakan harga kebutuhan pokok berbahan baku minyak kelapa sawit tersebut. Kebijakan tersebut berlaku untuk seluruh jenis minyak goreng tanpa terkecuali.
Dasar hukum dari kebijakan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Aturan itu kemudian tidak berlaku setelah diterbitkannya Permendag No. 6/2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Menurut Roy, tidak berlakunya Permendag No. 3/2022 dijadikan alasan oleh pemerintah untuk lari dari tanggung jawabnya. Mengacu pada beleid tersebut, pelaku usaha ritel modern seharusnya menerima pembayaran selisih harga minyak goreng dari pemerintah paling lambat 17 hari setelah proses verifikasi selesai.
(wdh)