Hingga September 2024 proyek tambang Indonesia Growth Project (IGP) Morowali sedang dalam fase konstruksi dan telah menunjukkan kemajuan signifikan pada kuartal III-2024.
Proyek ini mencakup pembangunan infrastruktur vital seperti pelabuhan, tambang, dan fasilitas perkantoran yang tidak hanya mendukung produktivitas, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan serta pemberdayaan masyarakat.
Capex Rp2,66 T
Progres pembangunan ini menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex) Vale mencapai US$174 juta atau setara dengan Rp2,66 triliun dari total investasi sebesar US$399 juta.
"Proyek pengembangan PT Vale IGP Morowali terus melaju dengan pencapaian signifikan di area tambang. Saat ini, pembangunan infrastruktur utama seperti Bulk Sampling Test (BST), Mobile Rush Assay Lab (MRAL), Rompile BST, dan kantor BST telah berjalan lancar," ujarnya.
MRAL nantinya akan memainkan peran penting dalam pengelolaan prosedur sampling dan pengujian volume sampel grade control, memastikan setiap bijih nikel yang akan ditambang telah memenuhi standar kualitas terbaik.
Sebagai bagian dari komitmen Vale terhadap lingkungan dan keselamatan kerja, Vanda mengatakan, seluruh aktivitas ini tidak hanya fokus pada pengembangan infrastruktur tetapi juga kepatuhan yang ketat terhadap semua aturan yang berlaku.
Vale telah memenuhi seluruh perizinan penting, termasuk persetujuan teknis air tanah dan air limbah, yang membuktikan bahwa aspek kepatuhan dalam setiap tahap operasi menjadi prioritas utama.
Sebagai wujud komitmen terhadap keberlanjutan, PT Vale IGP Morowali juga sedang membangun fasilitas pusat persemaian (nursery) yang ditargetkan selesai pada kuartal I-2025.
Fasilitas ini diproyeksikan akan memproduksi 400.000 bibit pada 2025 dan hingga 700.000 bibit pada lima tahun berikutnya untuk reklamasi lahan pascatambang dan pelestarian lingkungan. Hingga semester I-2024, proses pematangan lahan untuk pembangunan nursery telah selesai.
Perseroan terus menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan dengan menerapkan standar ketat di setiap aspek pembangunan, termasuk dalam proyek pembangunan pelabuhan terminal khusus yang dijadwalkan selesai pada kuartal III-2025 dan siap beroperasi pada kuartal IV-2025.
Dengan kapasitas mencapai 3,8 juta WMT, pelabuhan ini tidak hanya dirancang untuk mendukung kebutuhan logistik perusahaan tetapi juga untuk mematuhi seluruh regulasi serta standar environmental, social and governance (ESG) yang ketat.
Dari aspek perizinan dan kepatuhan, Vale telah memperoleh berbagai izin penting, termasuk Persetujuan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) pada 13 Januari 2023, dan sertifikat standar pembangunan terminal khusus dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 16 Desember 2023.
Proses ini juga dilengkapi dengan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB-UMKU), yang menegaskan legalitas dan kesesuaian aktivitas perusahaan terhadap regulasi yang berlaku.
Untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, Vale menggunakan metode konstruksi yang ramah lingkungan, seperti pemasangan Silt Curtain, yang berfungsi mengurangi potensi pencemaran selama pembangunan.
Pemantauan kualitas lingkungan juga dilakukan secara intensif, baik sebelum, selama, maupun setelah tahap konstruksi, dengan hasil Total Suspended Solids (TSS) rata-rata mencapai 20 ppm, jauh di bawah batas baku mutu 75 ppm.
Data pemantauan ini dilaporkan secara berkala melalui Laporan Pemeliharaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi perusahaan.
Selain itu, Vale telah memenuhi kewajiban pelaporan tahunan untuk kegiatan pemanfaatan ruang laut sesuai dengan ketentuan KKPRL, dan dalam verifikasi yang dilakukan, tidak ditemukan indikasi pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang laut.
Dengan pendekatan yang holistik ini, PT Vale tidak hanya berfokus pada aspek operasional tetapi juga berusaha menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar, membangun masa depan yang lebih lestari di setiap langkah pembangunan.
Dalam laporan terbaru, BPK sebelumnya memberikan catatan terhadap komitmen investasi Vale melalui dua hal. Pertama, ketidakjelasan waktu penyelesaian kewajiban pengembangan pabrik pemurnian atau smelter Sorowako, pembangunan fasilitas pengolahan hilir di Bahadopi, serta fasilitas pengolahan dan pemurnian di Pomalaa yang menjadi komitmen Vale pada saat pengakhiran KK terkait.
“Kedua, pelaksanaan komitmen investasi Vale berupa pembangunan pabrik pengolahan nikel di Sulawesi Tengah dan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel di Sulawesi Tenggara belum direalisasikan secara signifikan,” tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I-2024, dilansir jelang akhir Oktober.
(dov/wdh)