Logo Bloomberg Technoz

Sentimen yang menggerakkan pasar emas adalah Pemilihan Presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS). Pada 5 November waktu setempat, rakyat Negeri Paman Sam memilih pemimpin mereka untuk 4 tahun ke depan.

Dua kandidat, Kamala Harris dan Donald Trump, bersaing ketat. Berbagai polling menunjukkan keduanya hampir sama kuat.

“Perubahan dalam polling dan prediksi melahirkan pandangan bahwa pilpres kali ini sangat ketat, paling ketat dibandingkan yang lalu-lalu. Jadi akan ada volatilitas yang tinggi hingga hasil pilpres resmi diumumkan,” kata Ian Lyngen, Head of US Rates Strategy di BMO Capital Market, dalam risetnya.

Namun pelaku pasar memperkirakan Trump akan keluar sebagai pemenang dalam Pilpres 2024. Dengan jejak rekamnya yang agresif, Trump diperkirakan bakal ‘galak’ ke berbagai negara dengan pemberlakuan bea masuk untuk produk impor yang masuk ke AS.

Akibatnya, harga barang dan jasa akan naik alias terjadi tekanan inflasi. Emas sudah lama dikenal sebagai sarana lindung nilai (hedging) terhadap inflasi. Jadi permintaan emas akan tinggi dan harga pun naik.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas masih mantap di zona bullish. Terbukti dengan Relative Strength Index (RSI) 54,04. RSI di atas 50 menunjukkan suatu aset sedang berada di posisi bullish.

Sedangkan indikator Stochastic RSI ada di 52,37. Menghuni area beli (long), tetapi tidak terlalu kuat. Cenderung netral.

Ilustrasi emas batangan. (Dok: Bloomberg)

Oleh karena itu, sepertinya harga emas hanya akan bergerak di rentang sempit. Target support terdekat ada di US$ 2.742/troy ons yang merupakan Moving Average (MA) 10. Jika tertembus, maka ada kemungkinan harga akan menguji MA-50 di US$ 2.739/troy ons.

Adapun target resisten terdekat adalah US$ 2.749/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas menuju US$ 2.751/troy ons yang adalah MA-100.

(aji)

No more pages