BEI sendiri sebelumnya juga telah memastikan jika Sritex telah memenuhi kriteria untuk dilakukan penghapusan paksa saham atau forced delisting.
Kriteria tersebut merujuk pada Peraturan Bursa I-N, yang menuliskan bahwa delisting saham dapat terjadi karena perusahaan mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha.
Selain itu, saham perusahaan juga telah mengalami penghentian sementara atau suspensi selama lebih dari 24 bulan atau dua tahun, menjadikan perusahaan layak untuk dilakukan forced delisting atau delisting paksa.
Saham Sritex dengan kode SRIL tersebut sedianya sudah disuspensi oleh BEI sejak 18 Mei 2021. Dengan begitu, hingga saat ini, saham SRIL sudah disuspensi lebih dari tiga tahun.
"Dengan demikian SRIL telah memenuhi kriteria untuk dilakukan delisting karena suspensi atas efek SRIL telah mencapai 42 bulan," ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, belum lama ini.
Sementara itu, Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengonfirmasi rencana bahwa perusahaan akan mengajukan kasasi atas putusan pailit oleh PN Semarang, atas perkara nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg tersebut.
"Betul [tengah mengajukan kasasi]," kata Iwan kepada Bloomberg Technoz melalui pesan singkat, Jumat (25/10/2024).
(ibn/frg)