"Kita berupaya agar ada supply air, termasuk air baku yang juga bisa men-support kebutuhan warga. Itulah mengapa kami memastikan agar Jatiluhur, bisa memberikan supply itu kurang lebih 3.200 liter per detik. Dan kami juga berupaya agar dari Banten bisa juga segera berproduksi ataupun operasional sehingga juga bisa menambah lagi supply air bersih, sehingga sekali lagi masyarakat bisa lebih mengurangi pengambilan air dalam tanah," katanya.
Penurunan permukaan tanah otomatis berdampak terhadap pada potensi bencana banjir bagi warga pesisir Jakarta. Langkah antisipatif dilakukan melalui proyek tanggul pantai NCICD Kalibaru setinggi 4,8 meter.
"Nah, yang lain kita berupaya juga agar menjaga masyarakat kita dengan mendirikan tanggul. Tanggul yang ada ini, ini 4,8 meter dari permukaan air. Jadi paling tidak masyarakat tidak terdampak jika ada banjir atau air yang pasang," urai AHY.
Tak cuman upaya hal tersebut m pemerintah melalui Kementerian PU juga membuat sistem polder berupa kolam retensi. Sehingga ketinggian air saat curah hujan tinggi bisa dialihkan.
"Ini juga penting, kita tidak berharap masyarakat itu juga terganggu dengan sampah dan juga limbah. Jadi sanitasi harus diperbaiki setiap saat. Ini adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seperti yang diharapkan dan menjadi visi besar dari pak Presiden Prabowo Subianto," imbuh dia.
AHY juga meminta pihak swasta agar bisa berkolaborasi dengan pemerintah, terutama soal jaringan pipa air ke rumah tangga.
"Intinya, bahwa semua stakeholders harus terlibat. Ini tugas negara, negara hadir, pemerintah hadir tentu. Tidak hanya itu, tapi juga dengan berbagai pihak lainnya. Swasta, dunia usaha, semua. Kita akan ajak untuk mencari solusi terbaik," kata AHY.
"Karena sekali lagi, ini tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri atau hanya terisolasi satu pihak dengan yang lainnya,' tambahnya.
Dalam kesempatan sama, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menjelaskan bahwa bantuan swasta penting lantaran kas negara terbatas.
"Insya Allah bisa mengajak swasta, pasti. Karena kan APBN kita juga tidak akan cukup untuk meng-handle itu semua. Jadi kita persiapkan kapasitas air untuk memasukan ke kota, kemudian bekerja sama dengan pemda setempat membangun jaringan-jaringan ke saluran rumahnya," ujarnya.
Sebelumnya isu larangan penggunaan air tanah sudah berhembus tahun lalu, kala itu Muhammad Wafid, Plt Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, kementerian akan mewajibkan rumah tangga yang menggunakan lebih dari 100 meter kubik air per bulan untuk memiliki izin. Sebagian besar keluarga hanya menggunakan sekitar 30 meter kubik per bulan.
"Kami tidak ingin penggunaan air yang tidak terkendali," ujarnya.
Penggunaan air tanah yang berlebihan, kata dia, akan menyebabkan penurunan permukaan tanah seperti yang terjadi di banyak wilayah di pantai utara Jawa, katanya.Pelarangan ini dimaksudkan untuk memastikan generasi mendatang masih akan memiliki akses ke air tanah dan mencegah tenggelamnya kota-kota seperti ibu kota, yang telah mengalami penurunan hingga 4 meter antara 1997 hingga 2005.
Kondisi Jakarta adalah salah satu alasan utama rencana Presiden Joko Widodo untuk memindahkan pusat pemerintahan ke ibu kota baru di jantung pulau Kalimantan.
(dec/spt)