Tekanan besar dirasakan oleh perusahaan teknologi terbesar di kawasan ini untuk membuktikan kepada investor bahwa mereka mampu mencetak keuntungan. Hal ini memaksa mereka memangkas biaya secara agresif, termasuk dengan melakukan PHK pada ribuan pekerja dan keluar dari bisnis tertentu, karena perlambatan pertumbuhan pengguna dan ketatnya persaingan yang menekan margin keuntungan.
Ekonomi digital di Asia Tenggara diperkirakan menghasilkan keuntungan sebesar US$11 miliar dari total pendapatan US$89 miliar pada tahun ini, terutama berkat sektor media online.
"Kondisi makroekonomi yang kuat di Asia Tenggara terus mendukung ekonomi digital," tulis para peneliti dalam laporan kolaborasi tahunan tersebut. "Ekonomi digital Asia Tenggara akan dibentuk oleh peningkatan kecanggihan pengguna, pentingnya keamanan digital, dan kebutuhan untuk mengoptimalkan nilai bisnis dari AI."
Pendanaan swasta untuk perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara menurun tajam dari puncak pandemi. Laporan tersebut menunjukkan bahwa jumlah kesepakatan yang melibatkan perusahaan teknologi di kawasan ini menyusut menjadi 306 pada paruh pertama 2024, dibandingkan 564 pada periode yang sama tahun sebelumnya, seiring investor menjadi lebih selektif dan modal lebih mahal. Pendanaan kini lebih terfokus pada sektor perangkat lunak dan teknologi keberlanjutan.
Namun, Asia Tenggara semakin menjadi pusat investasi untuk infrastruktur data. Pada paruh pertama tahun ini, perusahaan teknologi global berkomitmen menginvestasikan sekitar US$30 miliar untuk membangun pusat data yang mendukung teknologi AI di kawasan tersebut.
CEO dari Apple Inc, Microsoft Corp, dan Nvidia Corp termasuk di antara para pemimpin industri yang mengunjungi kawasan ini beberapa bulan terakhir, mengucurkan investasi besar dan bertemu dengan kepala negara dari Indonesia hingga Malaysia.
(bbn)