Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 melambat ke level terendah dalam setahun terakhir, yakni hanya tumbuh 4,95%. Angka itu di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan masih akan tercapai pertumbuhan sebesar 5%.
Laju pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal lalu terutama karena kinerja konsumsi rumah tangga yang ambles ke zona kontraksi.
Badan Pusat Statistik pada taklimat media siang hari ini melaporkan, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024, yang menjadi motor utama pendorong ekonomi domestik, terkontraksi dengan pertumbuhan -0,48% quarter-to-quarter.
Angka itu tergerus dibandingkan kuartal II-2024 yang masih tumbuh 3,12% qtq.
Secara tahunan, kinerja konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024 melambat jadi hanya tumbuh 4,91% year-on-year, dibandingkan 4,93% pada kuartal sebelumnya.
Sementara berdasarkan lapangan usaha, secara tahunan yang mengalami perlambatan adalah sektor penyediaan akomodasi & makan minum, lalu sektor transportasi dan pergudangan, sektor jasa perusahaan juga sektor perdagangan dan reparasi mobil dan motor.
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan juga melambat pada kuartal lalu secara tahunan.
Sementara sektor industri pengolahan dan konstruksi masih tumbuh positif.
Stagnasi Sekuler
Laporan pertumbuhan pada kuartal III-2024 yang melambat, makin mempertegas terjadinya stagnasi sekuler dalam perekonomian domestik. Yakni sebuah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi tidak tumbuh signifikan atau bahkan tidak tumbuh sama sekali. Sekuler berarti jangka panjang, berlawanan dengan istilah 'siklus'.
Istilah stagnasi sekuler pertama dikemukakan oleh Alvin Hansen pada 1938, menggambarkan yang dikhawatirkan sebagai nasib ekonomi Amerika Serikat setelah periode Depresi Hebat pada awal tahun 1930-an silam.
Dalam konteks Indonesia, perekonomian domestik terjebak pertumbuhan rerata tak sampai 5% dalam 10 tahun terakhir akibat ketiadaan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan makin bergantung pada faktor musiman.
"Perkembangan terkini perekonomian Indonesia mengindikasikan kemunculan fenomena stagnasi sekuler," kata Teuku Riefky, Ekonom dari LPEM Universitas Indonesia dalam kajian yang dilansir Senin malam.
Tidak ada sumber pertumbuhan ekonomi baru, Indonesia melajutkan tren pertumbuhan hanya di 5% sejak 2014 kecuali saat pandemi Covid-19. Fenomena itu mengindikasikan tren yang cukup mengkhawatirkan karena memperlihatkan kerapuhan perekonomian domestik yang tak mampu tumbuh 5% tanpa faktor musiman, menurut kajian tersebut.
(rui)