Begitu juga dana mengambang di uang elektronik yang tercatat Rp10,7 triliun, terkontraksi atau turun 4,5% pada Maret. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada tabungan rupiah yang bisa diambil sewaktu-waktu, 2,7% year-on-year dibanding 3,5% pada Februari.
Namun, uang kartal yang beredar di masyarakat masih mencatat kenaikan 5,1% sebesar Rp832,9 triliun, setelah tumbuh 2,2% pada Februari lalu.
Kredit perbankan melambat
Perkembangan uang beredar yang mencatat perlambatan pertumbuhan dipengaruhi terutama juga oleh penyaluran kredit perbankan yang melambat dengan pertumbuhan 9,8% year-on-year dibanding 10,4% pada Februari.
Perlambatan pertumbuhan kredit bank terjadi di semua jenis pinjaman. Kredit modal kerja, misalnya, mencatat pertumbuhan 10% pada Maret, turun dari 10,2% di bulan sebelumnya. Lalu, kredit investasi juga tumbuh melambat dari 11,8% menjadi 10,3% bulan lalu. Bahkan kredit investasi di sektor Industri Pengolahan anjlok menjadi tumbuh 16,5% dari tadinya 22,9% year-on-year pada Februari.
Kredit konsumsi juga ikut melambat dari 9,6% menjadi 9,1% pada Maret meski ada capaian pertumbuhan kredit konstruksi yang mengesankan. Kredit sektor tersebut tumbuh 7,4% pada Maret, dibanding 2,7% pada Februari. Adapaun penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) dan apartemen (KPA) tercatat melambat menjadi 7,3% dibandingkan 7,8% pada bulan sebelumnya.
Kredit UMKM terperosok turun
Kredit UMKM skala kecil pada Maret lalu bahkan terkontraksi atau turun 6,9% setelah bulan sebelumnya masih tumbuh 1,7%. Lalu, untuk UMKM skala menengah terkontraksi hingga 12,9%, melanjutkan kontraksi yang sudah terjadi pada Februari.
Sebaliknya, pada kredit UMKM skala mikro pada Maret lalu masih mampu tumbuh 43,9% dibandingkan 34,4% pada Februari. "Perkembangan kredit UMKM pada Maret terutama dipengaruhi oleh perkembangan kredit modal kerja," jelas BI.
Perlambatan penyaluran kredit perbankan itu kemungkinan dipengaruhi oleh kenaikan bunga kredit yang menahan langkah pengajuan atau pencairan kredit bank dari para nasabah. Catatan BI, bunga kredit bank, dalam hal ini kredit modal kerja, mengalami kenaikan 4 bps pada Maret ke kisaran 9,38%.
Kenaikan bunga kredit itu sejalan dengan kenaikan bunga simpanan untuk semua tenor, untuk tenor 1 bulan saat ini rata-rata bunga simpanan berada di kisaran 4,17%, lalu tenor 3 bulan (4,42%), kemudian tenor 6 bulan (4,74%), tenor 12 bulan (4,94%) dan tenor 24 bulan stabil di kisaran 5,32% per tahun.
Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit perbankan tahun ini di kisaran 10%-12%. Analis menilai, untuk mendorong pertumbuhan kredit bank agar bisa tercapai sesuai target tersebut, bank sentral perlu memberikan stimulasi lebih setelah serial pengetatan moneter. Terutama bila inflasi puncak tahun ini yang diprediksi terjadi pada April karena faktor bulan Ramadan dan Lebaran, bisa lebih rendah dari ekspektasi.
“Apabila tingkat suku bunga acuan saat ini tetap dipertahankan hingga akhir tahun, perlambatan kredit bank akan terus terjadi dan BI tidak akan berhasil mencapai target pertumbuhan kredit perbankan 10%-12% tahun ini. Oleh sebab itu, pemangkasan suku bunga di semester II-2023 krusial untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan kredit perbankan,” jelas Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas.
Strategi bankir
Para bankir memiliki strategi sendiri dalam menggenjot penyaluran kredit mereka di tengah masih kuatnya dampak pengetatan moneter. Bank swasta terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), misalnya, memilih fokus menggenjot penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR).
Sektor properti berkontribusi tidak hanya sebatas menyediakan rumah bagi mereka yang membutuhkan. Multiplier effect dari pertumbuhan sektor properti cukup besar ke sektor-sektor lain. Studi dari LPEM UI, sebagaimana disebut oleh Jahja, mencatat sumbangan sektor properti terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 14,6%, dan memberi pengaruh 9,3% terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Properti juga mampu berkontribusi sekitar 31,9% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan 10,2% dalam segmen tenaga kerja. “Itu kenapa kita (Bank BCA) sangat antusias mendorong KPR karena KPR kalau bunga turun, bunga rendah permintaan meningkat pesat, sektor ini cukup menjanjikan,” tutur Jahja dalam paparan kepada media kemarin.
Pertumbuhan kredit pada kuartal 1, diakui oleh bankir kawakan, belum bergairah dengan negative growth, meski BCA berhasil mencatat pertumbuhan penyaluran kredit 12% year-on-year pada kuartal 1-2023.
“Kita harapkan momentum kuartal 1 dan 2 bisa dilanjut karena secara siklus bisnis, justru kuartal 1 [tumbuh] agak lemah dengan negative growth. Kuartal 2 akan balik ke posisi Desember 2022 dan pada kuartal 3 dan 4 akan meningkat. Itu yang terjadi pada 2022,”
Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA)
Usai Lebaran, pertumbuhan kredit di industri perbankan tanah air akan semakin menjadi sorotan. Bankir melihat, masih banyak sektor industri yang membutuhkan sokongan kredit, mulai dari sektor perkebunan sawit, lalu sektor telekomunikasi, juga kredit konsumsi seperti KPR dan kredit pembelian mobil.
Stimulasi dari pengguntingan bunga
Bank Indonesia melempar sinyal samar peluang pengguntingan bunga acuan setelah menahan bunga acuan di level 5,75% selama empat bulan berturut-turut.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, upaya menjangkar turun inflasi domestik yang ditempuh bank sentral sejak tahun lalu sejauh ini ternyata berhasil membawa inflasi turun lebih cepat dan lebih rendah dari perkiraan bank sentral.
“Inflasi inti akan bergerak di 3% sampai akhir tahun, akan tetap terkendali rendah di sekitar itu di sisa tahun ini. Adapun inflasi IHK bisa lebih cepat turunnya. Memang saat ini belum akan 4%, tapi mulai sekarang sudah dekati 4%. Nanti akan turun dan kemungkinan, kami yakini mulai Agustus nanti [inflasi IHK] bisa di bawah 4%,” jelas Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia dalam konferensi pers usai menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini (18/4/2023).
Dengan inflasi yang jinak lebih cepat serta lebih rendah dari hitungan awal, ruang pengguntingan bunga mulai terbuka. Analis menghitung, inflasi IHK berpeluang kembali ke rentang target 3±1% pada Juli 2023 bila tingkat inflasi Lebaran pada April tidak melebihi 0,8% secara bulanan. Sebaliknya, bila tingkat inflasi April melebihi batasan tersebut, maka inflasi baru akan kembali ke kisaran target bank sentral pada bulan September sesuai dengan prediksi BI sebelumnya.
Bila disinflasi IHK terjadi lebih cepat sebelum Agustus, peluang penurunan BI7DRR akan jauh lebih terbuka. Samuel Sekuritas memprediksi, BI bisa mulai memangkas suku bunga acuan paling cepat pada Agustus nanti, bila inflasi April tercapai di bawah 0,8% month-to-month, dengan pengguntingan sebesar 125 bps atau setiap bulan tergunting 25 bps hingga ke level 4,25% pada akhir 2023.
"Bila yang terjadi adalah skenario B yaitu inflasi IHK di kisaran target pada September, maka bunga acuan akan dipangkas sebesar 100 bps hingga akhir 2023," jelas Lionel.
Dalam kedua skenario itu, demikian jelas analis, diasumsikan bahwa Federal Reserve, bank sentral Amerika, akan berbalik arah menurunkan bunga mulai September dengan total pemangkasan sebesar 50 bps atau 25 bps masing-masing dalam dua bulan.
Inflasi Amerika masih keras kepala
Namun, data terbaru AS menunjukkan inflasi di negara itu masih tinggi. Indeks Personal Consumption Expenditure (PCE Price Index) yang biasa digunakan sebagai dasar utama penentuan Fed Fund Rate, pada Maret lalu menyentuh level tertinggi dalam 12 bulan terakhir. Sedang pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal 1 tercatat melambat melebihi perkiraan analis.
Kombinasi itu agaknya menyurutkan harapan bahwa Fed bisa segera bakal berbalik arah dalam waktu dekat. Kendati puncak bunga acuan Fed Fund Rate diramal di kisaran 5,25%, diperkirakan level itu akan bertahan cukup lama sebelum akhirnya bank sentral paling berpengaruh itu akan berbalik arah menurunkan bunga.
“Dari sisi global masih ada tekanan di mana inflasi negara-negara maju masih keras kepala. Jadi, untuk menjaga stabilitas dan antisipasi hal itu, Bank Indonesia akan cenderung menahan bunga acuan,” komentar Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri.
Analis dari bank investasi global Citigroup sebelumnya memprediksi, BI berpeluang menggunting bunga acuan hingga 75 basis poin pada semester II-2023 menyusul inflasi yang sudah terjangkar dan kuatnya neraca pembayaran.
Helmi Arman, ekonom Citigroup Global di Jakarta, seperti dilansir oleh Bloomberg News, Rabu (12/4/2023), melihat, BI akan mulai menggunting bunga acuan pada September nanti sampai November dengan besar pemotongan masing-masing 25 bps setiap bulan. Lalu, BI7DRR akan kembali digunting pada Januari 2024 sebesar 25 bps sehingga pada akhirnya bunga acuan domestik akan bertahan di kisaran 4,75%.
Citigroup memprediksi inflasi domestik diprediksi akan melandai ke 3% pada September nanti. Adapun neraca pembayaran diprediksi akan semakin kuat sejalan dengan aliran modal asing di pasar portofolio pada semester II-2023.
Penguatan rupiah yang stabil sejauh ini juga bisa memberi kepercayaan bagi BI untuk menggunting bunga, menurut ekonom Bloomberg Tamara Mast Henderson. "Kami masih melihat pemotongan bunga acuan akan menjadi langkah berikut dari BI, mungkin sebelum tahun ini berakhir bila nilai tukar rupiah masih tetap tangguh," kata Tamara dalam riset Bloomberg yang dirilis Selasa (18/4/2023) usai pengumuman level BI7DRR dirilis.
Rupiah melanjutkan penguatan pasca libur Lebaran 2023 usai, dengan posisi kini di level Rp14.643 per dolar AS siang ini. Rupiah terdongkrak aliran modal asing yang terus membanjiri pasar keuangan domestik. Sejak awal tahun hingga 14 April, menurut catatan BI, aliran dana asing ke pasar keuangan mencapai US$5,9 miliar.
Badan Pusat Statistik akan melaporkan inflasi April pada pekan depan, 2 Mei. Sedangkan Federal Reserve akan mengumumkan tingkat bunga acuan baru Amerika pada 4 Mei. Pasar memprediksi bunga acuan dinaikkan 25 bps menjadi 5,25%.
-- dengan bantuan laporan dari Krizia P. Kinanti
(rui)