"Kemudian, LR meminta kepada ZR agar diperkenalkan kepada pejabat di PN Surabaya dengan inisial R dengan maksud untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (5/11/2024).
Lisa pun menyanggupi permintan Meirizka dan meminta syarat ibu Ronald Tannur itu menyiapkan sejumlah uang. Keduanya pun sepakat untuk memilih Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo untuk menyidangkan Ronald Tannur hingga divonis bebas.
Meirizka Widjaja, sambung Qohar, telah menyerahkan uang Rp 1,5 miliar ke Lisa. Meirizka juga meminta Lisa menalangi uang kekurangan untuk mengurus perkara tersebut sebesar Rp2 miliar. Total Rp3,5 miliar untuk bisa memilih hakim.
Meirizka dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tersangka MW ditahan selama 20 hari ke depan, berdasarkan surat perintah. Penahanan dilakukan di rutan kelas 1 Surabaya Kejaksaan Tinggi Jawa Timur," tegas Qohar.
Lolosnya Ronald Tannur dari jerat hukum itu diketok palu oleh tiga hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.
Kejaksaan mengendus aroma suap dalam keputusan ini. Setelah dilakukan serangkaian pendalaman, terbukti ternyata ketiga hakim diduga menerima suap dan gratifikasi terkait kasus Ronald.
Nama-nama baru pun ikut terseret dalam kasus suap ini. Yang pertama adalah Zarof Ricar. Dia merupakan mantan Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA.
Zarof Ricar terlibat dalam upaya pengurusan kasasi Ronald Tannur. Dalam pendalaman perkara, Kejagung juga menemukan fakta baru bahwa Zarof diduga merupakan makelar kasus.
Hal ini dikuatkan dengan penyitaan Zarof senilai hampir Rp1 triliun dan emas seberat 51 kilogram.
(ain)