Sebagai gambaran, Moshe mengatakan, Pertamina melalui Pertamina EP memiliki lapangan seluas 114.000 kilometer persegi, tetapi produksinya di bawah 70.000 barel per hari atau barrel oil per day (BOPD).
Namun, Pertamina saat ini tentu memiliki prioritas lain untuk menggarap blok-blok besar yang dulunya dikuasai oleh raksasa migas internasional, salah satunya Blok Rokan.
Sekadar catatan, pengelolaan Blok Rokan dahulu dipegang oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Namun, per Agustus 2021, pengelolaannya beralih ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
"Lapangan ini sebenarnya bisa dikerjakan, cuma kemampuan Pertamina terbatas dari sisi finansial, dari sisi sumber daya manusia [SDM], dan lain sebagainya. Jadi, Pertamina memang membutuhkan mitra dan harus melihat lagi portofolionya, sehingga fokus ke portofolio atau aset-aset yang lebih produktif," ujarnya.
Dengan demikian, Moshe menilai lapangan yang menganggur tersebut bisa dikembalikan kepada pemerintah, sehingga bisa ditawarkan ke investor lain dengan skema kontrak berbagi produksi atau production sharing contract (PSC).
Intervensi Teknologi
Kedua, intervensi tekologi enhanced oil recovery (EOR) di Blok Rokan. Bila EOR tidak diimplementasikan secara cepat, kata Moshe, Pertamina akan kehilangan waktu dan produksinya akan turun.
Sementara itu, peningkatan produksi siap jual atau lifting minyak membutuhkan biaya dan risiko yang lebih tinggi.
Saat ini, kata Moshe, Pertamina melakukan pengeboran secara masif di Blok Rokan hanya untuk mengerem penurunan produksi. Namun, EOR justru dibutuhkan untuk meningkatkan produksi.
Menurut Moshe, Pertamina bisa mencari EOR yang efektif, cepat, dan terbukti; serta tidak perlu meniru Chevron yang menerapkan EOR kimiawi dan membutuhkan waktu 10 tahun untuk mendapatkan formulasinya.
"Nanti produksi sudah cukup turun atau Pertamina sudah kehabisan napas karena setiap tahun mengeluarkan biaya [untuk mengebor] 500 sumur. Jadi carilah teknologi-teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik dari bloknya di Rokan," ujarnya.
Sekadar catatan, usulan rencana pengembangan atau plan of development (POD) terhadap dua proyek EOR di Blok Rokan telah resmi disetujui jelang akhir 2023, dengan investasi kumulatif senilai Rp5,18 triliun.
Proyek pertama yang disetujui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) adalah Steamflood EOR Lapangan Rantau Bais Tahap-1 di Blok Rokan. POD diloloskan pada 1 Desember 2023 dengan nilai investasi Rp3,7 triliun.
Adapun, proyek kedua yang baru mendapatkan lampu hijau adalah Chemical EOR Lapangan Minas Tahap-1 (Area-A), yang juga dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), dengan investasi Rp 1,48 triliun. Proyek ini disetujui pada 14 Desember 2023.
Lapangan Gas
Ketiga, fokus pada lapangan gas. Dalam kaitan itu, Moshe menilai Pertamina bisa berkontribusi bersama dengan pemerintah untuk membangun infrastruktur gas.
Alih-alih kekurangan cadangan gas, Indonesia justru kekurangan infrastruktur yang menyebabkan pertumbuhan permintaan gas terjadi secara lambat.
"Pertamina bersama pemerintah harus bekerja sama untuk membangun infrastruktur gas, bukan jaringan gas [jargas], itu kalau masuk ke kota. Namun, [infrastruktur] antara kota ke kota, antara lapangan ke kota [juga harus dibangun]. Jadi infrastruktur pipa, infrastruktur LNG [liquefied natural gas/gas alam cair] terminal misalkan," ujarnya.
Sekadar catatan, Simon Mantiri terpilih sebagai Direktur Utama Pertamina melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Senin (4/11/2024).
Selain itu, RUPS tersebut menetapkan Mochamad Iriawan sebagai Komisaris Utama; Dony Oskaria sebagai Wakil Komisaris Utama; dan Raden Adjeng Sondaryani sebagai Komisaris Independen.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menjelaskan pengangkatan serta pemberhentian direksi dan komisaris badan usaha milik negara (BUMN), termasuk Pertamina, merupakan kewenangan pemerintah sebagai pemegang saham yang diwakili oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
“Pergantian kepemimpinan perusahaan merupakan proses normal dan wajar sebagaimana ketentuan yang ada,” ujar Fadjar dalam siaran pers, Senin (4/11/2024).
(dov/wdh)