Logo Bloomberg Technoz

Perusahaan Asing Penerima Tax Holiday, tetap Harus Bayar GMT

Azura Yumna Ramadani Purnama
04 November 2024 16:30

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jendral Pajak. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Kementerian Keuangan RI Direktorat Jendral Pajak. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menyatakan perusahaan penerima insentif tax holiday, tapi masuk dalam kriteria wajib pajak badan dikenakan pajak minimum global atau Global Minimum Tax (GMT), tetap dikenakan pajak tambahan. 

Kebijakan GMT telah disepakati Indonesia dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan negara-negara G20, di mana perusahaan-perusahaan multinasional akan dikenakan pajak penghasilan minimum 15%. 

Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menjelaskan, perusahaan penerima tax holiday yang masuk kedalam kriteria WP dikenakan pajak minimum global maka tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan akan sesuai besaran pajak minimum global yakni 15%.

“Intinya kan untuk perusahaan dengan kriteria ini maka pajak nya itu 15% tadi, di luar kriteria [sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku],” kata Ferry ditemui awak media di kantor ESDM, Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024).

Ferry menyatakan pihaknya memiliki data historis perusahaan-perusahaan yang masuk kedalam kriteria wajib pajak dikenakan pajak minimum global. Perusahaan tersebut yang menurutnya akan tetap dikenakan tarif PPh Badan 15%, ketika mendapatkan insentif tax holiday.

“Karena tadi kita ada data juga komposisi historical perusahaan kita dibanding kriteria yang ada di GMT [Global Minimum Tax] itu, kan ada kriterianya tuh, kita ada juga,” ucap Ferry.

Meski begitu, Ferry menyatakan masih perlu mengecek kriteria perusahaan yang dikenakan tarif pajak minimum global. Sehingga, dirinya belum dapat mengungkap rincian kriteria perusahaan penerima insentif tax holiday yang tarif PPh Badannya sebesar 15%.

“Ada kriteria besaran perusahaan mana yang bisa masuk kriteria itu, jadi dari GMT kan ada kriterianya tuh, jadi untuk perusahaan dengan kriteria ini yang masuk sebagai kriteria GMT, di luar itu sesuai dengan masing-masing [PMK yang berlaku],” ujar Ferry.

Adapun, tarif pajak minimum global 15% merupakan peraturan dari pajak minimum global merupakan pilar 2 Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang ditetapkan untuk membatasi persaingan pajak dengan tarif minimum itu.

Mengutip laman resmi Kemenkeu, Pilar Dua ini terdiri atas dua rencana kebijakan, yaitu Global anti-Base Erosion Rules (GloBE) dan Subject to Tax Rule (STTR). Rencana tersebut ditujukan untuk perusahaan multinasional dengan batasan peredaran bruto diatas EUR750 juta.

Seperti diketahui, pemerintah resmi memperpanjang insentif pembebasan pajak untuk industri pionir atau tax holiday hingga 31 Desember 2025, seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024. Insentif tersebut sebelumnya juga telah diberikan dan masa berlakunya habis pada 9 Oktober 2024.

“Pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini diberikan atas usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 5 ayat (10) yang disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2025,” bunyi Pasal 21 Beleid itu, dikutip Senin (4/11/2024).

Selain itu, Sri Mulyani juga mengatur ketentuan pajak minimum global dalam beleid tersebut. Disebutkan bahwa para wajib pajak yang mendapatkan insentif tax holiday maka perlu dilakukan penyesuaian pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan.

“Pengenaan pajak tambahan minimum domestik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberlakukan termasuk terhadap Wajib Pajak yang telah  memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini,” bunyi ayat 2 Pasal 15A.