Logo Bloomberg Technoz

Tekanan yang melanda pasar domestik, terutama yang terlihat pada rupiah, mungkin akan menahan langkah Bank Indonesia dalam melonggarkan kebijakan bunga acuan pada pertemuan bulan ini, kendati sebagian analis menilai tekanan saat ini adalah sentimen jangka pendek semata.

Selama Oktober, rupiah tercatat ambles nilainya hingga 3,7%, kinerja bulanan terburuk setelah Maret 2020 lalu saat pandemi Covid-19 pecah, menurut data yang dikompilasi oleh Bloomberg.

BI Rate Susah Turun?

Gejolak yang meningkat jelang dua hajat penting yang akan berdampak besar pada masa depan politik dan perekonomian dunia yang berepisentrum di AS, sebenarnya sudah terlihat membesar dalam beberapa pekan terakhir.

Itu yang mendorong Bank Indonesia mengerek tingkat bunga diskonto instrumen operasi moneter jangka pendek, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dalam tiga lelang terakhir.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengumumkan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Mei 2024 di Jakarta, Rabu (22/5/2024). (Dimas Ardian/Bloomberg)

Pada Jumat lalu, tingkat bunga SRBI-12M kembali naik jadi 7,05%. Meski, nilai penjualan SRBI dalam lelang Jumat lalu turun jadi Rp20 triliun, dari lelang sebelumnya yang mencapai Rp26 triliun, terbesar sejak akhir Juli lalu.

Kenaikan bunga SRBI lagi seolah menguatkan sinyalemen bahwa Perry Warjiyo dan kolega kemungkinan besar akan cenderung menahan bunga acuan BI rate bulan ini. Bahkan bila hasil pertemuan bank sentral AS, The Fed, pada pekan ini adalah memangkas bunga acuan sebesar 25 bps sesuai ekspektasi pasar, BI belum tentu akan mengikuti jejak tersebut.

Yield Treasury yang kembali melonjak membuat risiko arus keluar modal asing masih besar dari pasar domestik. Selisih imbal hasil RI dengan Amerika makin sempit, kini tak sampai 240 bps.

Bila hasil Pilpres AS membuat pasar makin bergolak, kenaikan lagi imbal hasil surat utang AS akan membuat pasar domestik terpantik aksi jual kian meluas.

Mengacu data Bloomberg, selama kuartal IV-2024 hingga data hari ini, capital outflows sudah mencapai US$ 726,1 juta quarter-to-date. Sedangkan sepanjang tahun ini, nilai arus modal asing masuk masih positif meski nilainya mengecil tinggal US$ 2,52 miliar year-to-date.

Sepekan terakhir saja, asing melepas posisi dari aset-aset rupiah senilai US$ 168,5 juta.

Melihat tren sejak 2022 silam, keputusan policy rate oleh Bank Indonesia selama ini lebih banyak dipengaruhi oleh fokus menjaga stabilitas nilai rupiah ketimbang kepentingan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dus, ketika inflasi domestik kini menyentuh level di bawah median target BI tahun ini, belum ada jaminan BI rate akan dipangkas lagi terutama bila sentimen pasar global masih merugikan prospek nilai tukar ke depan. 

Jangka Pendek

Namun, sebagian analis menilai, apa yang menimpa rupiah belakangan di mana pada Oktober lalu kinerjanya ambruk sampai melemah 3,7%, terburuk sejak Maret 2020, telah menjadi puncaknya.

Secara musiman, rupiah berpeluang bangkit di pengujung tahun. Menilik kinerja historis, rupiah selalu menguat rata-rata sebesar 1,2% setiap bulan Desember dalam lima tahun terakhir.

Arus masuk modal asing akan meningkat di ujung tahun sejalan dengan langkah para pengelola dana menata lagi isi portofolio investasi mereka.

Analisis yang dilontarkan oleh Bank Mandiri memprediksi, nilai rupiah terhadap dolar AS berpotensi ambles dalam jangka pendek, sebulan ke depan, menyentuh Rp15.850/US$ sebelum akhirnya rebound di akhir tahun.

Saat ini sentimen jangka pendek mendominasi pergerakan rupiah, menurut Reny Eka Putri, Ekonom Senior Bank Mandiri dilansir dari Bloomberg.

Namun, volatilitas diperkirakan mereda, berkaca pada keterpilihan Trump pada 2020 yang butuh waktu sekitar dua bulan. Alhasil, rupiah berpotensi rebound, juga ketika The Fed memangkas bunga acuan pekan ini.

Sementara analis asing melihat, meski kondisi domestik Indonesia cukup baik dan memberi dukungan positif, akan tetapi faktor eksternal masih membuat mata uang rupiah sulit mendapatkan keuntungan.

"Dengan latar belalang eksternal yang ditentukan oleh sentimen pasar nan kurang agresif, pelonggaran oleh The Fed dan sentimen China yang memburuk menciptakan lingkungan yang sulit bagi mata uang negara berkembang untuk berkinerja baik," kata Brendan McKenna, Strategist Wells Fargo, yang memprediksi nilai rupiah akan diperdagangkan di kisaran Rp15.750/US$ di akhir tahun ini.

(rui/aji)

No more pages