Sementara tenor 2Y pagi ini terlihat bergerak naik juga di 6,55%, tenor 10Y juga naik di 6,81%.
Kenaikan imbal hasil SBN itu sudah terduga karena pada Jumat malam, yield Treasury melompat tak tanggung-tanggung di semua tenor, di mana tenor panjang lebih banyak dilepas ketimbang tenor pendek.
UST-30Y naik 10,3 bps imbal hasilnya hingga menyentuh 4,57%. Tenor 10Y juga naik banyak hingga 9,9 bps menyentuh 4,38%. Sementara tenor pendek 2Y hanya naik 3,5 bps di 4,20% dan tenor 5Y naik 6,7 bps menjadi 4,22%.
Kenaikan imbal hasil Treasury mempersempit selisih imbal hasil investasi surat utang AS dengan RI. Kini hanya berjarak 236 bps, dengan premi CDS naik hampir menyentuh 72, mendorong pemodal keluar dari pasar fixed income domestik.
Pada pagi ini, rupiah juga makin terpuruk ketika mayoritas valuta Asia menguat terhadap dolar AS. Mengacu data Bloomberg realtime, harga dolar AS makin mahal di level Rp15.765/US$, mencerminkan pelemahan 0,29% dibanding posisi pekan lalu.
Laporan penggajian dan data ketenagakerjaan AS lain pada Oktober yang diumumkan pada Jumat, membuat pasar kembali bergolak. AS melaporkan nonfarm payroll (NFP) Oktober lebih kecil dibanding proyeksi pasar, yakni hanya ada penambahan lapangan kerja sebanyak 12.000 pekerjaan, dibanding prediksi sebanyak 100.000 pekerjaan.
Laporan itu juga diikuti revisi turun untuk angka NFP pada Agustus dan September masing-masing jadi 78.000 pekerjaan dan 223.000 pekerjaan, dari tadinya sebanyak 159.000 dan 254.000 pekerjaan.
Hanya saja, investor cenderung melihat penurunan itu hanya sementara karena efek bencana alam, terjadi layoff di industri otomotif dan aksi mogok kerja Boeing.
"Pasar tenaga kerja AS berpotensi melanjutkan ekspansi pada bulan November atau paling lambat Januari 2025," kata tim analis Mega Capital Sekuritas, Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati dalam catatan hari Senin.
Daya beli konsumen AS yang mungkin saja melambat di bulan Oktober berpotensi pulih seiring dengan berlanjutnya ekspansi pasar tenaga kerja AS. Akibatnya, ada risiko kenaikan inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) yang bisa mengancam prospek pemangkasan suku bunga The Fed.
Meski memantau CME Fedwatch, terlihat pasar masih meyakini dalam pertemuan pekan ini, Jerome Powell dan kolega akan kembali menurunkan bunga acuan sebesar 25 bps pada Kamis. Namun, prospek bunga acuan pada tahun depan mungkin akan dihitung ulang.
Pilpres AS
Tekanan jual di pasar Treasury sepertinya juga menjadi langkah antisipasi pemodal akan hasil Pilpres AS yang digelar Selasa besok.
Persaingan antara Kamala Harris dan Donald Trump semakin ketat dengan kontestasi utama di negara bagian Pennsylvania.
Trump sedikit lebih unggul dengan probabilitas menang mencapai 53%. Akan tetapi, selisih keunggulan suara Trump atas Harris di negara-negara bagian yang menjadi pertempuran utama, masih berada dalam batas margin of error survei elektabilitas.
Pada Minggu, survei yang dilansir oleh Des Moines Register menunjukkan Kamala Harris unggul 47%-44% di Iowa, negara bagian yang memenangkan Trump di setiap Pilpres sebelumnya, dilansir dari Bloomberg News.
Hasil itu membuat indeks dolar AS melemah akan tetapi yield Treasury melonjak. Pelemahan indeks dolar AS sebenarnya akan menguntungkan rupiah. Akan tetapi, kenaikan imbal hasil surat utang AS akan membuat tekanan tetap besar untuk rupiah.
(rui)