Namun, Bahlil enggan menjelaskan dengan gamblang apakah kebijakan subsidi energi tepat sasaran itu bakal diterapkan pada tahun ini.
"Pak Prabowo mengarahkan kalau sudah matang, maka siap untuk kita jalankan. Hal yang paling penting adalah skema yang matang. Jangan sampai keputusan kita itu tidak mencerminkan sebuah keputusan yang pas," ujarnya.
BPS Kumpulkan Data
Bahlil mengatakan Badan Pusat Statistik (BPS) ditunjuk oleh Prabowo untuk mengumpulkan semua data untuk menjadi basis penyaluran subsidi energi lebih tepat sasaran, baik dari Kementerian Sosial, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
"Arahnya begitu [menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial], tetapi kita gabung supaya datanya tidak tumpang tindih. Kita bikin data yang exercise pas," ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil mengonfirmasi perubahan skema penyaluran subsidi BBM dari sistem kuota menjadi berbasis BLT memang sedang digodok serius oleh pemerintah.
Namun, Bahlil mengatakan keputusan ihwal kepastian penyaluran skema subsidi BBM ini bakal dilakukan setelah tim yang ditunjuk untuk kebijakan ini selesai melakukan kajian dan menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Dalam kesempatan itu, Bahlil mengatakan ditunjuk sebagai ketua tim untuk menggodok kebijakan subsidi BBM agar lebih tepat sasaran. Dengan demikian, kajian itu bisa menjadi referensi bagi Prabowo untuk mengambil keputusan.
"Ada beberapa formulasi, salah satu alternatifnya adalah yang tadi disampaikan [BLT], tetapi keputusannya akan disampaikan setelah tim ini bekerja selesai kami akan lapor ke Bapak Presiden [Prabowo]," ujar Bahlil dalam keterangannya yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, dikutip Jumat (1/11/2024).
Ekonom Energi dan Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti membeberkan tiga risiko yang mengintai di balik wacana perubahan skema penyaluran subsidi BBM dari kuota menjadi BLT.
Pertama, dia menggarisbawahi bahwa subsidi BBM berkaitan erat dengan biaya logistik. Jika dicabut, ongkos logistik pun berisiko naik dan memberikan dampak terhadap perekonomian.
“Solusinya adalah pemerintah menyediakan BBM alternatif atau menyediakan stok BBM yang cukup dan tepat waktu,” ujar Yayan kepada Bloomberg Technoz, Kamis (24/10/2024).
Kedua, penghapusan subsidi BBM juga bakal memberikan dampak pada harga komoditas lainnya, seperti sembako. Berdasarkan hasil riset yang dilakukannya, dampak dari penghapusan subsidi BBM bakal terjadi selama 3-4 bulan.
Ketiga, Yayan menekankan bahwa penerima manfaat subsidi BBM subsidi ini sebenarnya bukan masyarakat miskin karena mereka tidak memiliki motor dan mobil. Sejatinya, masyarakat miskin ini tidak memperoleh manfaat langsung atau direct benefit, tetapi secara tidak langsung.
Jika terjadi penghapusan subsidi BBM, Yayan mengatakan, golongan menengahlah yang akan terkena imbas lebih signifikan dibandingkan dengan golongan miskin.
“Penghapusan subsidi BBM ini cenderung harus secara hati-hati dan momen yang tepat. Misalkan penghapusan subsidi BBM ketika adanya perbaikan daya beli selama tiga triwulan berturut-turut, penurunan kemiskinan selama dua semester sebelumnya, dan inflasi yang stabil selama 3-6 bulan sebelumnya,” ujarnya.
(dov/ros)