Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi pada komponen inti, yakni emas perhiasan yang mengalami inflasi 35,28% dan andilnya 0,35%.
"Kopi bubuk ini inflasi tahunan 17,53% dan andil secara year-on-year sebesar 0,10%," ucap Amalia.
Berikutnya, nasi dengan lauk tercatat mengalami inflasi 2,54% (yoy) dan memberikan andil 0,06%. Selanjutnya, minyak goreng mengalami inflasi 4,74% (yoy) dengan andil 0,06%.
Komoditas terakhir yang memberikan andil terbesar merupakan gula pasir, yang dilaporkan mengalami inflasi 14,71% (yoy). Namun, komoditas ini hanya memiliki andil 0,05% karena bobot dalam keranjang konsumsinya lebih kecil.
"Jadi, lima komoditas komponen inti dengan andil inflasi terbesar year-on-year adalah emas perhiasan, kopi bubuk, nasi dengan lauk, minyak goreng, dan gula pasir," tutup Amalia.
Diberitakan sebelumnya, BPS melaporkan data inflasi Indonesia periode Oktober. Rantai deflasi akhirnya terputus karena terjadi inflasi walau tipis.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan terjadi inflasi 0,08% pada Oktober dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm).
Sebelumnya, ekonomi Indonesia sudah mengalami deflasi beruntun, sepanjang Mei hingga September. Dengan adanya inflasi pada Oktober, tidak ada deflasi selama enam bulan beruntun.
Secara tahunan (year-on-year/yoy), BPS mengumumkan terjadi inflasi 1,71%, melambat dibandingkan September sebesar 1,84% yoy.
"Harga BBM non-subsidi kembali turun selama dua bulan beruntun. Ada penurunan produksi bawang merah. Terakhir, ada tren kenaikan harga emas," tandas Amalia.
(azr/ros)