Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Cikarang Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto tengah melakukan proses diskusi untuk menanggapi fenomena manufaktur Indonesia yang masih mengalami kontraksi selama 4 bulan beruntun.

Agus tidak menjelaskan dengan lengkap ihwal diskusi tersebut, tetapi memastikan prosesnya dilakukan lintas kementerian.

“Ya ini kan sekarang pemerintah baru ini kan sedang melakukan proses-proses pembicaraan-pembiraan lintas kementerian,” ujar Agus saat ditemui di Cikarang Dry Port, Jumat (1/11/2024).

Menanggapi fenomena kontraksi pada manufaktur Indonesia, Agus mengaku tidak kaget selama belum ada kebijakan-kebijakan yang kondusif. 

Pekerja di pabrik tekstil PT Sri Rejeki Isman./Bloomberg-Dimas Ardian

Dalam kaitan itu, Agus lagi-lagi menyinggung ihwal Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor merupakan salah satu kebijakan yang tidak kondusif bagi manufaktur Indonesia. 

“Selama belum ada kkebijakan-kebijakan yang kondusif untuk sektor manufaktur saya tidak akan kaget terhadap PMI yang kontraksi, salah satunya Permendag No. 8/2024,” ujarnya. 

Untuk diketahui, aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi  selama 4 bulan beruntun, tecermin dari data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dilansir S&P Global hari ini. 

Kontraksi Berlanjut

Menurut laporan S&P, PMI manufaktur di Tanah Air berada di 49,2 untuk periode Oktober, stagnan dari bulan sebelumnya. PMI di bawah 50 mencerminkan aktivitas yang berada di zona kontraksi, tidak ekspansi. Dengan demikian, aktivitas manufaktur Indonesia sudah berada di zona itu sejak Juli dan belum mampu bangkit.

“Produksi, pemesanan baru, dan perekrutan tenaga kerja melemah tipis seiring dengan pasar yang melemah. Keyakinan terhadap prospek ke depan, walau secara umum masih positif, tetapi turun ke level terendah dalam 4 bulan terakhir,” papar laporan S&P Global.

Sebelumnya, Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengamini Permendag No. 8/2024 mengganggu operasional industri tekstil di Indonesia.

“Kalau itu [apakah Permendag No. 8/2024 mengganggu operasional] secara nyata pasti ya, karena teman-teman kita juga kena banyak, teman-teman di tekstil ini,” ujar Iwan saat ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (28/10/2024).

Iwan menggambarkan Permendag 8 sebagai masalah klasik yang menyebabkan disrupsi pada pelaku industri tekstil dalam negeri, bahkan hingga tidak beroperasi atau tutup. Walhasil, kata dia, beleid yang ditetapkan pada 17 Mei 2024 itu dianggap berpengaruh signifikan kepada industri dalam negeri.

Sekadar catatan, Permendag No. 8/2024 acapkali dituding sebagai salah satu biang permasalahan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Permendag tersebut bahkan sampai membuat reaksi sejumlah asosiasi atau kalangan pengusaha, hingga pekerja TPT yang terdampak PHK, melakukan unjuk rasa.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi) menilai dalam kebijakan ini, regulasi soal mekanisme arus barang yang terdampak lartas impor direlaksasi, sehingga membuat importasi beberapa komoditas manufaktur —yang berpotensi mengganggu industri serat filamen— menjadi makin mudah masuk ke RI.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja juga berpandagan, justru dengan diberlakukannya pertek sebagai syarat untuk mendapatkan PI; produk pakaian jadi, produk-produk tekstil impor, dan aksesori pakaian yang tidak sesuai standar Indonesia tidak bisa sembarangan masuk ke pasar domestik.

"Saya kira [syarat pertek] itu banyak dilakukan oleh berbagai negara sebagai bagian dari pertimbangan teknis. Mungkin yang digembar-gemborkan bahwa bahan baku tekstil itu banyak tertahan di pelabuhan, saya kira itu tidak. Sebab, pertek ini diberlakukan untuk bahan bahan baku industri sudah sejak dahulu," tutur Jemmy.

(dov/wdh)

No more pages