Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas nyaman di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 62,72. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Sementara indikator Stochastic RSI ada di 6,43. Sudah cukup jauh di bawah 20, yang berarti tergolong sangat jenuh jual (oversold).
Oleh karena itu, harga emas masih berpeluang naik. Cermati pivot point di US$ 2.755/troy ons. Jika tertembus, maka harga bisa mengetes Moving Average (MA) 5 di US$ 2.759/troy ons.
Sedangkan target support terdekat adalah US$ 2,746/troy ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas melorot hingga ke US$ 2.701/ons.
Dampak ke Indonesia
Kenaikan harga emas juga terasa sampai ke Indonesia. Ini terlihat dari data inflasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan inflasi emas perhiasan tercatat 35,82% pada Oktober dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Ini adalah yang tertinggi sejak Agustus 2020.
"Andil inflasi emas perhiasan adalah 0,35% yoy," ujar Amalia dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta.
Lonjakan inflasi emas perhiasan, lanjut Amalia, disebabkan oleh perkembangan harga emas dunia. Bulan lalu, harga emas dunia di pasar spot berulang kali mencatat rekor tertinggi.
"Jadi langsung ditransmisikan dari harga emas global, secara cepat akan terada di pasar domestik. Sebab, pedagang domestik mengacu ke harga internasional, sehingga tidak ada lag. Dampaknya langsung secara instan," terang Amalia.
(aji)